Jumat, 20 Maret 2009

Peran Media Massa Mensukseskan Pemilu

Strategi Pengawasan Pemilu di Sumatera Utara
Membangun Kemitraan dengan Media


Oleh :
Ihkwaluddin Simatupang SH,M.Hum
Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Letak geografis Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan daerah Provinsi Aceh,Riau dan Sumatera Barat, serta budaya masyarakatnya yang heterogen untuk itu diperlukan strategi yang tepat dalam melakukan pengawasan Pemilihan Umum ( Pemilu) yang tinggal dalam hitungan hari.

Tidak dapat dipungkiri bahwa media massa memiliki peran yang cukup besar dalam mensukseskan Pemilu. Bahkan peran media massa tidak hanya sebatas memberikan informasi, akan tetapi juga berperan sebagai pengawas mulai dari tahapan Pemilu berlangsung sampai pada akhir pelaksanaan pesta demokrasi berlangsung.

Sesuai fungsinya media massa mempunyai berbagai macam peran antara lain :
1. Sebagai sumber informasi, baik itu tentang peristiwa yang terjadi, gagasan
atau pikiran orang lain.
2. Sebagai sarana pendidikan melalui pemberitaannya dengan memberikan pencerahan, mencerdaskan dan meluaskan wawasan bagi pembacanya, pendengar atau pemirsanya. Baik itu dalam konteks politik sehingga dapat memberikan pendidikan berpolitik kepada masyarakat tentang hak dan kewajibannya kepada negara.
3. Berfungsi sebagai alat sosial kontrol, bukan saja terhadap penguasa, pemerintah, parlemen, institusi pengadilan, militer, dan aparat penegakhukum lainnya. Akan tetapi juga berbagai hal yang terjadi diktengah masyarakat itu sendiri.
4. Sebagai sarana hiburan, seperti hal-hal yang bersifat menghibur, antara lain berita seputar selebritis,dan cerita bersambung.

Berangkat dari berbagai macam fungsi media massa tersebut, kiranya media massa tidak hanya sebatas memberikan informasi , akan tetapi juga berfungsi sebagai pengawas, khususnya dalam penyelenggaraan Pemilu.

Dalam perjalanannya mengawal pesta demokrasi di negeri Indonesia tercinta ini, media massa dalam pemberitaaannya memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik,karena melalui media peserta Pemilu dapat menyampaikan visi, misi, maupun cara pandang kepada masyarakat dan merupakan sarana komunikasi politik bagi partai poltik, calon anggota legislatif, maupun calon presiden dan wakil presiden.

Terbukti tidak sedikit partai politik, celeg, dan Capres memamfaatkan media massa untuk menyampaikan visi dan misinya. Bahkan diantara mereka saling mengklaim bahwa kerbahasilan yang sudah dilakukan pemerintah saat ini, sebut saja seperti pemberantasan korupsi, penurunan harga BBM, dan peningkatan untuk anggaran pendidikan merupakan hasil kerja partai politik yang sedang berkampanye.

Begitu pula KPU sebagai lembaga yang telah ditunjuk pemerintah sebagai penyelenggara Pemilu memamfaatkan media massa untuk mensosialisasikan peraturan dan tata laksana tahapan-tahapan dalam Pemilu.


Perlu Keseimbangan Iklan Poltik dan Pengawasan Jurnalistik


Mampuhkan media massa netral 100 persen dalam pengwasan Pemilu ?, tentunya hal itu menjadi pertanyaan kita semua.

Menjelang pelaksanaan Pemilu 2009 bayang-bayang persetongkolan antara peserta Pemilu dengan media massa sepertinya harus sama kita waspadai, karena dari disisi bisnis media massa juga dituntut untuk meningkatkan pemasukan bagi perusahaannya, sementara disisi lain sebagai fungsinya media massa juga dituntut independensi dalam pemberintannya.

Lihat saja fenomena yang terjadi saat ini, sejumlah media massa seakan kebanjiran berita-berita politik. Media massa baik itu elektronik dan cetak saling berlomba mencari dan menyajikan pemberitaan yang berkaitan dengan Pemilu.

Para elit politik sadar bahwa memamnfaatkan pers merupakan media yang efektif, dikarenakan sistem floting massa yang masih berlaku, selain itu ketatnya aturan menggunakan alat peraga juga menjadi perhitungan. Sebab kenyataanya tidak sedikit alat peraga yang sudah diturunkan yang diangap menyalai aturan oleh Panwaslu.

Maka dari itu menjelang pelaksanaan Pemilu para Parpol dan Celeg lebih memilih memamfaatkan pers, karena aturan untuk itu dipandang masih longgar, selain itu efektivitasnya atau daya jangkau akan lebih mempermuda mencapai terget yang diharapkan, selanjutnya disisi lain pers berperan sebagai mata dan telinganya masyarakat.

Kini yang menjadi pertanyaan, apakah pemberitaan politik yang berkembang saat ini sudah sesuai dengan hak-hak publik sebagai pemegang kedaulatan atas kemerdekaan pers.
Sedangkan kenyataannya pemberitaan tentang Pemilu yang muncul tidak jahu dari prespektif Parpol, sehingga kedaulatan pers terkesan telah terbelengu hegomoni Parpol. Lihat saja isu-isu yang dikembangkan pers, cenderung berasal dari permainan elit Parpol, kurang melakukan kritisi berdasarkan fakta-fakta rekam jejak Parpol atau celeg bersangkutan secara faktual. Dan sudah selayaknya publik sebagai pemegang hak kedaulatan pers diberikan porsi yang seimbang.

Dalam pemberitaan Pemilu sudah selayaknya pers mengeksplorasi secara mendalam hal-hal yang berkembang ditengah masyarakat dalam berbagai perspektif, seperti kalangan perguruan tinggi, LSM, Ormas/OKP, birokrasi sipil/militer dan penyelenggara pemilu yakni KPU dan Panwaslu. Pers dalam hal ini harus awas dan peka dalam memberitakannya dengan tetap berpedoman pada 5w+1H (What,Where,When,Who,Why dan How).

Setidak ada empat unsur yang dapat mempengaruhi agar sebuah pemberitaan itu layak untuk dipublikasikan yakni :

1. Berita itu harus Faktual atau nyata.
Data dan informasi yang disajikan terdiri dari kejadian senyatanya (real event), berupa pendapat (opini), pernyataan (Statement) saksi orang yang terlibat atau sumber berita. Dan jangan sekali-kali mengubah fakta untuk memuaskan hati seseorang atau golongan.

2. Berita yang disajikan harus Aktual atau cepat.
Informasi yang disajikan dapat langsung dinikmati masyarakat sesuai atau mendekati real time atau waktu yang sesungguhnya dimana ketika kejadian berlangsung.

3. Berita yang disajikan harus Publish atau yang menyangkut mengenai kepentingan oranjg banyak


4. Berita yang disajikan harus menarik.
Kemampuan jurnalis sangat dituntut menyajikan berita yang menarik baik dalam betuk teknik penulisan, istilah-istilah dalam penulisan, bahasa yang digunakan lugas dll, sehingga menimbulkan human interest.


Mungkin kini sudah saatnya pers dikatakan sebagai The Fourth Estate, pilar keempat demokrasi yang mana pers ditempatkan dalam kerangka idealisasi penguatan fungsi dan kontrol atas kebijakan publik, atau lebih tepatnya pers ditempatkan sebagai public watchdog yang berperan sebagai mengawasi dan mengontrol apa yang terjadi ditengah-tengah publik.
Sebab secara kritis pers harus berani menolak pemberitaan yang sifatnya hanya mengutungkan kepentingan individu atau kelompok tertentu. Sebab peran pers bukan sekedar memenuhi hak-hak masyarakat untuk mendapatkan informasi, melainkan sebagai kontrol sosial, mencegah penyalagunaan kekuasaan, menegakkan nilai-nilai demokrasi, mendorong terwujudnya supermasi hukum, hak asasi manusia dan menghormati kemajemukan atau kebinekaan.

Tentunya tidak ada kata mustahil bagi pers dalam menyajikan berita yang objektif untuk sebuah peliputan Pemilu, karena setiap pers telah terikat oleh UU Pers No. 40 Tahun 1999, serta kode etik Wartawan Indonesia yang mengharuskan pers bekerja secara propesional dan independensi.

Selain itu yang perlu dicermati bagi pera jurnalis, bahwa pasal 99 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu telah lengkap mengatur tentang peran dan batasan media massa dalam Pemilu. Bagian keenam mengenai pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye, pasal 89 dan 97 mengatur secara detil mengenai peran media dalam pemilu. Kesemuanya telah diatur dengan jelas tentang pembagian waktu, jenis pemberitaan dan iklan kampanye untuk menjaga keadilan pemberitaan.




Profesional dan indepedensi Pers Sangat Dituntut


Mengapa propesioanl dan indepedensi pers sangat dituntut dalam pemberitaan Pemilu. Jawabnya karena pers adalah seorang pekerja intelektual, dia harus mampu mengungkap atau mengimformasikan suatu masalah secara lengkap tanpa harus melanggar delik pers. Maka propesi ini membutuhkan wawasan dan pengetahuan yang luas dan propesional.

Sedangkan indepedensi pers bertujuan untuk menghindari benturan kepentingan pada Pemilu dengan tetap mengkedepankan prinsip kode etik jurnalis dan bertangung jawab terhadap hasil liputannya. Karena sesungguhnya peluang sekaligus tantangan menjadi ajang ujian dan sekaligus menjadi tonggak sejarah bagi pers untuk menunjukan bahwa kebebasan bukanlah tujuan, namun sekedar sebagai jalan untuk semakin mampu memaksimalkan peran dan fungsi pers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar