Kamis, 26 Februari 2009

MOU Gakumdu Berlaku Untuk Seluruh Kabupaten/Kota

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara
Dari Kunjungan Kapoldasu ke Panwaslu
MOU Gakumdu Berlaku Untuk Seluruh Kabupaten/Kota

Medan ( )

Kapolda Sumatera Utara Brigjen Pol Badrodin Haiti kembali menegaskan bahwa MOU Gakumdu antara Bawaslu dengan Polri yang ditanda tangani beberapa waktu lalu di Jakarata telah dapat diberlakukan di seluruh Kabupaten/Kota tanpa harus membuat MOU yang baru lagi dengan Polres setempat.
“MOU antara Bawaslu dengan Polri yang telah ditanda tangani di Jakarta kemarin dapat diberlakukan sampai ditingkat Panwaslu Kabupaten/Kota, tanpa harus membuat MOU yang baru lagi dengan Polres setempat”, ucap Kapoldasu Brigjen Badrodin Haiti ketika berkunjung di Sekretariat Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Jalan Kartini No. 26 Medan, Kamis (26/2).
Kehadiran Kapoldasu disambut langsung Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, Ikhwaluddin Simatupang SH, M.Hum dan anggota Drs. Zakaria Taher, Sedarita Ginting SH, serta Kepala Sekretariat Raja Sahnan S.Sos, Kabag Humas Maizen Saftana SH, Kabag Hukum Hasan Lumban Raja SH, Kabag Umum Novi Chandra S.Sos
Dijelaskan Kapoldasu, bahwa MOU Gakumdu yang telah ditanda tangani tersebut penerapannya berlaku untuk seluruh Indonesia, sehingga Panwaslu yang ada ditingkat Provinsi dan baik itu Kabupaten/Kota tidak harus menandatangi MOU yang baru lagi, tegasnya.
Dalam kesempatan itu Kapoldasu Brigjen Pol Badrodin Haiti juga menyarankan agar dalam waktu dekat ini sebelum pelaksanaan Pemilu mendatang para pimpinan Partai Politik di Sumatera Utara membentuk sebuah Forum Pimpinan Partai (FPP) bersama dengan Muspida, KPU dan Panwaslu.
Tujuannya dengan adanya keberadaan Forum tersebut diharapkan segala permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan Pemilu dapat dirembukan untuk mencari solusi yang terbaik, sehingga permasalahaanya tidak meluas yang akhirnya dapat mengganggu stabilitas keamanan di Sumatera Utara. Sedangkan pelanggaran yang bersifat pidana diserahkan ke Gakumdu.
“Seluruh pimpinan Parpol bersama Muspida, KPU dan Panwaslu dapat duduk satu meja untuk mencari jalan keluar setiap permasalahan yang muncul”, jelas Kapoldasu mengulang.
Sementara itu Ikhwaluddin menjelaskan bahwa sampai saat ini ada beberapa kasus pelanggaran pemilu yang berkas perkaranya telah dilimpahka ke Gakumdu, seperti halnya kasus pelanggaran sosialisasi pemilihan di Kabupaten Padang Lawas, dan Kota Medan.
Hal senada juga dikatakan anggota Panwaslu Sedarita Ginting SH, mengharapakan kepada seluruh elemen yang terkait dalam Gakumdu agar lebih itens menggelar pertemuan dalam setiap kesempatan, sehingga lebih mempertajam lagi pembahasan hal-hal yang terkait dengan pelanggaran pemilu. (rel)

Senin, 16 Februari 2009

Soal Caleg Keluarga Pejabat Negara

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Soal Caleg Keluarga Pejabat Negara
Panwaslu : “Jangan Gunakan Fasilitas Negara”

Medan, ( )

Panwaslu Sumatera Utara ingatkan kepada caleg yang memiliki latar belakang keluarga atau kerabat pejabat negara diharapkan untuk tidak mempergunakan fasilatas negara, rumah ibadah dan gedung pendidikan.
Hal itu ditegaskan anggota Panwaslu Sumatera Utara, Drs. Zakaria Taher kepada sejumlah media massa usai menggelar rapat kerja koordinasi Panwaslu Provinsi Sumatera Utara dengan Panwas Kabupaten Asahan di sekretariat Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, Senin (16/2).
Rapat kerja koordinasi tersebut digelar guna mendengar penjelasan kasus dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Hj. Helmiati Risuddin caleg DPRD Provinsi Sumatera Utara dari Partai Golakar yang juga diketahui istri Bupati Kabupaten Asahan.
Hadir dalam rapat kerja koordinasi itu, Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, Ikhwaluddin Simatupang, SH, M.Hum, anggota Drs. Zakaria Taher MSP, Sedarita Ginting SH, Kabag Humas Maizen Saftana SH, Kabag. Hukum Hasan Tua Lumban Raja SH dan Ketua serta anggota Panwaslu Kabupaten Asahan masing-masing, Husaini Abduh Sag dan Muhammad Rito.
Masih menurut Zakaria, dalam melihat permasalahan tersebut diharapkan kepada anggota Panwaslu dalam melakukan pengawasan melihat harusnya sebagai caleg bukan sebaliknya sebagai keluarga atau kerabat seorang pejabat negara, tegasnya.
“Panwaslu harus melihatnya dari sudut pandang sebagai seorang caleg agar pengawasan dapat berjalan dengan baik, sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi perbedaan pandangan dalam melihat kasus yang sama”, ujarnya mengulang.
Dalam kesempatan itu Ketua Panwaslu Kabupaten Asahan Husaini Abduh menjelaskan, bahwa untuk kasus pemasangan alat peraga yang dilakukan Hj. Helmiati di halaman sekolah SMP swasta di Kecamatan Mutu Paneh telah melimpahkan ke Polres Asahan.
Sementara itu berdasarkan dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pihak Kepolisian, bahwa tidak cukup bukti untuk ditindaklanjuti perkaranya.
Sedangkan untuk kasus dugaan ajakan berkampanye yang dilakukan Ketua Darma Wanita Kabupaten Asahan Hj. Helmiyati Risuddin pada acara Kunjungan Kerja ke Unit Darma Wanita RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran telah memanggil yang bersangkutan untuk diminta klarifikasinya.
Pada acara kunjungan kerja tersebut Hj. Helmiyati memperkenalkan sebagai salah seorang caleg dan memberikan piagam penghargaan kepada Suria

Sabtu, 07 Februari 2009

Pohon Berdaun Caleg

Pohon Berdaun Caleg

Oleh : Maizen Saftana SH
Kabag. Humas Panwaslu Sumut


Andai saja mahluk Tuhan yang namanya pohon saat ini dapat bicara tentunya akan berteriak minta tolong merasakan sakitnya tubuh mereka ketika dipaku dijadikan tempat bergantunganya tanda gambar para Calon Legislative (Caleg), mulai dari tanda gambar caleg DPD, DPRD SU sampai DPRD Kota Medan dan pasangan Pilpers serta Pilkada.
Ketika Daftar Calon Tetap (DCT) diumukan KPU Sumut maka seiring itu pula bagaikan lampu hijau para caleg berlompa-lomba memasang tanda gambarnya hampir disetiap batang pohon yang berdiri kokoh diruas jalan Kota Medan.
Bahkan tidak jarang ditemukan satu batang pohon terdapat tiga bahkan sampai lima tanda gambar celeg bergantungan dibatang pohon bagaikan daun bagian dari pohon tersebut.
Keputusan para caleg memasangan tanda gambar dalam satu batang pohon yang sama tentunya berpikiran batang pohon itu berdiri pada posisi yang straegis sehingga menjadi pusat perhatian dari berbagai arah setiap orang yang melihatnya.
Menjelang pemilu berlangsung setiap batang pohon kini bagaikan prima dona media promosi yang laku keras dan gratis. Bayangkan saja jika para celeg itu menggunakan media promosi yang disewakan atau avertesing, tentunya harus merogo koceknya yang tidak sedikit jumlahnya.
Para caleg sepertinya mempunyai strategi sendiri untuk pengeluaran anggaran sosialisasi pencitraan dirinya dan mungkin dengan memanfaatkan media batang pohon disepanjang ruas jalan yang ada di Kota Medan merupakan bagian dari strategi mereka dalam meliminir anggaran yang harus dikeluarkan.
Sayangnya para caleg itu lalai memperhatikan peraturan yang sudah ditentukan KPU Nomor 19 Tahun 2008 tetang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2008 pemasangan alat peraga oleh pelaksana kampaye, harus mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan Peraturan daerah setempat.
Selanjutnya alat peraga tidak ditempatkan pada tempat rumah ibadah seperti masjid, gereja, vihara, dan pura, atau tempat-tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung sekolah), jalan-jalan protokol dan jalan bebas hambatan.
Kemudian pemasangan alat peraga kampanye pemilu harus berjarak dari alat peraga peserta pemilu lainnya.Namun kenyataannya tidak jarang kita dapati satu batang pohon terdapat dua bahkan sampai tiga gambar para caleg.
Terlepas dari motifasi para caleg itu memanfatkan media batang pohon untuk berkampanye memasang alat peraganya. Namun sama kita ketahui bersama sebagai umat yang beragama bahwa pohon merupakan mahluk hidup sama seperti ciptaan Tuhan yang lain, mempunyai rasa untuk kelangsungan hidupnya.
Pohon seperti halnya juga memerlukan air, pupuk untuk dapat tumbuh subur. Bahkan seorang mantan kepala Dinas Pertamanan Kota Medan pernah menyatakan bahwa berdasarkan dari pengalamannya, katanya ketika seseorang memelihara dua batang pohon dari jenis yang sama maka akan tampak perbedaan dalam pertumbuhannya, bila salah satu pohon ketika dalam proses perawatannya diperlakukan bagaikan seorang sahabat meski keduanya mendapatkan air dan pupuk dengan volume sama banyak.
Menyikapi pernyataan matan Kepala Dinas Pertamanan Kota Medan itu secara filosopis banyak pelajaran yang dapat dipetik bahwa telah terjadi hubungan emosional yang sangat kuat antara pohon yang dirawat dengan orang yang merawatnya.
Lalu bagaimana dengan para caleg yang memanfaatkan batang pohon sebagai media dalam berkampanye. Para caleg itu tanpa ada merasa beban memasang tanda gambar dirinya dengan menancapkan paku dibatang pohon tersebut. Bahkan sesekali batang pohon itu tampak mengeluarkan cairan ketika paku itu ditancapkan.
Pertanyaannya tidakah para caleg itu mempunyai rasa, sebagaimana pernyataan matan Kepala Dinas Pertamanan Kota Medan itu, bahwa akan terjalin hubungan emosional yang teramat kuat antara pohon yang dirawat dengan orang yang merawatnya. Dan bagaimana pula bila ditinjau dari sisi keindahan kota, bukankah dengan banyaknya tanda gambar caleg yang bergantungan dibatang pohon itu akan dapat merusak keindahan kota.
Keberadaan para celeg dilembaga legislatif pada prinsifnya merupakan wakil rakyat untuk menyuarahkan aspirasi rakyat termasuk didalamnya menyuarakan menjaga kelastarian lingkungan hidup termasuk diantaranya keberadaan pohon-pohon yang ada diinti kota sebagai paru - paru kota yang harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya.
Sebagai masyarakat mempunyai pandangan dan pemahaman yang sama bahwa keberadaan pohon dan jenis tumbuhan lainnya merupakan satu matarantai kehidupan yang tidak dapat dipisahkan. Dan bagaimana pula dengan perbuatan para caleg yang memanfaatkan batang pohon sebagai sarana media kampanyenya, apakah dapat disumpulkan telah bersahabat dengan lingkungan, tentunya hanya masyarakat yang dapat menjawabnya, sebab hak suara ada ditangan rakyat. ***

Senin, 02 Februari 2009

Tertibkan Atribut, Panwaslu Nias Digugat

*Tertibkan Atribut, Panwaslu Nias Digugat
Ikhwaludin Simatupang : Langkah Panwaslu Nias Telah Benar

Medan, ( )
Penertiban atribut kampanye peserta Pemilu 2009 yang dilakukan pengawas Pemilu di Kabupaten Nias menuai protes. Bahkan DPC PDI-P Nias yang melakukan protes melayangkan gugatan terhadap Panwas dan Polisi Pamong Praja Kabupaten Nias. Padahal langkah yang dilakukan Panwas Nias tersebut sudah memenuhi prosedural.

Ketua Panwaslu Sumut Ikhwaludin Simatupang menegaskan langkah yang dilakukan Panwaslu Nias telah benar. Dalam kaitan tersebut, Panwaslu Sumut dan Bawaslu melakukan back-up dengan membentuk tim bantuan hukum untuk Panwaslu Nias. Menurutnya, soal pengajuan gugatan merupakan hak mereka.

“Tidak semua langkah-langkah yang dilakukan Panwas diapresiasi, tetapi malah justeru menuai gugatan,” ungkapnya kepada wartawan, Senin (2/2), di Kantor Panwaslu Sumut Jalan Kartini Medan.

Lebih lanjut dijelaskannya, dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan Pemilu Panwaslu bekerja dengan undang-undang. Salah satu isi materi gugatan menyebutkan bahwa belum ada Perda tentang jalan protokol dan jalan bebas hambatan di Nias. Sehingga versi penggugat alat peraga PDI-P tidak melanggar peraturan. Namun menurut Ikhwal, jalan protokol yang dimaksud sudah sesuai dengan data dari Dishub. Kemudian, katanya, partai politik (Parpol) yang memiliki kursi ketika membuat aturan harus tegas. Sehingga tidak ada salah penafsiran. Sehubungan dengan isi materi gugatan tersebut, lanjutnya, menjadi multitafsir karena tidak harus ada Perda terlebih dahulu, baru dilakukan penertiban.

Ditegaskannya kembali, sebelum penertiban alat peraga kampanye dilakukan, Panwaslu Nias sudah melakukan koordinasi kepada Polres, KPU dan Bupati Nias. Hasil koordinasi melalui surat kemudian diterbitkan surat instruksi penertiban alat peraga dari tiga institusi terkait. Poin isi materi gugatan lain menyebutkan Panwas bertentangan dengan Pasal 66 ayat (1) dan Peraturan KPU Nomor 19/2008, bahwa dalam penertiban tersebut penggugat menilai panwas sebagai eksekutor. Menanggapi hal tersebut, Ikhwal mengatakan dalam penyelenggaraan Pemilu Panwas hanya sebagai pengawas.

“Penertiban tersebut sebenarnya tugas Satpol PP karena memang sebagai perangkat eksekutor,” tukasnya. ( )