Jumat, 16 Januari 2009

Panwas Bukan Eksekutor

Panwas Bukan Eksekutor


Medan, ( )
Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sumut sangat menyayangkan ternyata sejumlah elemen masyarakat dan pejabat pemerintah daerah masih berbeda pandangan tentang tugas Panwaslu.

Hal itu dikatakan Anggota Panwaslu Sumut Drs Zakaria Taher kepada wartawan, Rabu (15/1), usai mengikuti rapat koordinasi Pemilu bersama muspida plus di Kantor Gubernur.

Ditegaskannya, tugas Panwaslu adalah melakukan pengawasan terhadap tahapan penyelengaraan Pemilu, bukan sebagai eksekutor pelanggaran Pemilu. Taher juga menyayangkan, penafsiran yang berbeda tersebut bukan hanya terjadi di kalangan masyarakat saja. Sejumlah kalangan di tingkat pejabat bahkan sejauh ini masih memiliki pandangan yang berbeda. Selama ini, katanya, Panwas yang berfungsi sebagai pengawas di setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu, ditafsirkan sebagai eksekutor. Padahal Panwas hanyalah bersifat advokasi dari setiap pengawasan yang dilakukannya. Anggapan dan penafsiran yang dinilainya berbeda dari sejumlah pejabat daerah tersebut, terungkap dalam rapat muspida plus di Pemprovsu. Oleh karenanya pihaknya sangat menyayangkan hal tersebut.

“Ya kalau memang kami dianggap sebagai eksekutor diberikan dong kewenangan untuk itu. Karena kami memang tidak bisa melakukan eksekusi, tetapi sifatnya hanya advokasi,” paparnya.

Dengan diberikannya kewenangan tersebut, lanjut Taher, tentu secara otomatis ada peraturan perundang-undangan sebagai payung hukumnya. Paling tidak, kata Taher, dilakukan revisi tergadap UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu dan UU Nomor 22/2007 tentang Peyelenggara Pemilu. Ditambahkannya, kewenangan yang diberikan tersebut tentu juga harus diperkuat oleh perangkat yang memadai. Misalnya mulai dari polisi panwas, jaksa panwas sampai kepada peradilan panwas.

Sebab, selama ini, sambung Taher, ibarat dalam pertandingan sepak bola, posisi panwas hanya sebagai hakim garis. Hanya mengamati dan melakukan pengawasan pertandingan yang sedang berlangsung. Kendati sudah ditemui pelanggaran yang dilakukan oleh pemain, tetap saja keputusan ada pada wasitnya. Dalam hal ini, katanya, yang bertindak sebagai wasit adalah KPU. Jadi, keputusan tetap ada di jajaran komisioner. Panwas hanya menggiring dan mengantarkannya ke pihak yang lebih berwenang.

“Selain diberikan kewenangan tersebut, tentu perangkatnya juga harus dilengkapi. Paling tidak harus diperkuat dan dibentuk polisi panwas, jaksa panwas dan peradilan panwas,” tandasnya. (rel/ )

Rabu, 07 Januari 2009

Antisipasi Penggelembungan Suara

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Antisipasi Penggelembungan Suara

Panwaslu Ingatkan Parpol

Medan,

Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sumut ingatkan seluruh partai politik (Parpol) agar mengantisipasi terjadinya penggelembungan suara pada Pemilu Legislatif 2009.

Anggota Panwaslu Sumut Drs Zakaria Taher mengungkapkan, ada dua potensi terjadi penggelembungan suara pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menerapkan sistem suara terbanyak. Dua kemungkinan tersebut menurutnya bisa saja terjadi pada Parpol maupun calon legislatornya. Oleh karenanya, guna mengantisipasi terjadinya penggelembungan suara pihaknya telah melakukan pembahasan serta merumuskan langkah-langkah antisipasi kemungkinan dimaksud.

Dijelaskan, Panwaslu dalam strateginya sudah sangat proaktif. Seperti halnya akan melakukan kerjasama dengan badan pemantau Pemilu yang telah direkomendasikan KPU dan Bawaslu. Selain itu, pihaknya juga telah menyurati partai peserta Pemilu untuk melakukan pengawasan dengan menempatkan para saksi.

“Jika ditemukan adanya indikasi kecurangan dalam Pemilu kemudian melaporkannya ke Panwaslu,” ujarnya kepada sejumlah wartawan, Senen (5/1), di Sekretariat Panwaslu Sumut Jalan Kartini Medan.

Menurutnya, dalam penerapan sistem suara terbanyak tidak ada jual beli suara melainkan penggelembungan suara di setiap tingkatan penyelenggara Pemilu. Dalam kaitan tersebut, Panwas bersama pemantau Pemilu, Panwas lapangan dan masyarakat berupaya proaktif dalam melakukan pengawasan di TPS.

Zakaria memperkirakan kekisruhan yang bakal banyak terjadi bukan pada sesama partai politik. Tetapi malah justru besar kemungkinannya akan terjadi antara sesama calon legislator (Caleg). Oleh karena itu, melalui bahasan dan rumusan yang dilakukan pihaknya, Panwaslu Sumut kembali mengingatkan seluruh Parpol peserta Pemilu agar mengantisipasi terjadinya penggelembungan suara tersebut..

“Panwaslu telah membahas dan merumuskannnya, seperti halnya dengan menyurati Parpol agar menertibkan Calegnya untuk tidak melakukan kecurangan,” beber Zakaria.

Masyarakat Sumber Potensi

Di bagian lain, Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Ikhwaluddin Simatupang SH.MHum berpendapat, bahwa masyarakat merupakan sumber potensi yang cukup besar ikut melakukan pengawasan dalam setiap penyelenggaraan Pemilu. Mulai dari pemilihan legislatif, Presiden sampai kepada pemilihan Kepala Daerah.

Namun dirinya menyayangkan jika potensi masyarakat tersebut terkesan kurang dimaksimalkan. Bahkan apa yang semestinya menjadi hak masyarakat seperti halnya bukti tanda sebagai pemilih belum diperoleh dan baru diserahkan beberapa hari sebelum pemilihan berlangsung. Sehingga ketika akan melaporkan adanya indikasi kecurangan maka aspirasi mereka tidak akan berjalan semestinya dikarenakan persoalan administrasi.

“Bagaimana masyarakat atau perseorangan dapat melaporkan adanya indikasi kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu bila orang tersebut belum mendapatkan bukti tanda sebagai pemilih dari penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU”, tukas Ikhwal.

Sebab, ditambahkannya, sesuai aturan yang berlaku, pengawasan menurutnya dapat dilakukan oleh peserta Pemilu yakni, Parpol, Caleg dan masyarakat pemilih atau perorangan. Lebih lanjut Ikhwal mengatakan, KPU sebagai penyelenggara Pemilu semestinya menyerahkan lebih awal bukti tanda sebagai pemilih kepada masyarakat. Karena apa yang terjadi selama ini masyarakat tidak mengetahui apakah mereka sudah terdaftar sebagai pemilih. Sehingga tidak mengherankan setiap pelaksanaan Pemilu, baik itu pemilih kepala daerah banyak ditemui daftar pemilih ganda atau indikasi praktek penggelembungan suara sebagaimana dikeluhkan masyarakat selama ini.

Masih menurut Ikhwaluddin, sudah menjadi aturan yang baku dalam setiap pelaksanaan pesta demokrasi, bahwa masyarakat memilki hak mutlak untuk dipilih dan memilih pimpinannnya dan begitu pula selanjutnya dalam melakukan pengawasan apa yang sudah menjadi pilihannya. (rel)