Minggu, 05 Juli 2009

Panwaslu Bagaikan “Anak Haram”

Panwaslu Bagaikan “Anak Haram”



Catatan : Maizen Saftana SH

Kabag Humas Panwaslu Provinsi Sumatera Utara



Tanpa terasa setahun sudah usia keberadaan Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Provinsi Sumatera Utara dan sebuah tugas berat mengawal perjalanan pesta demokrasi Pemilihan Umum Legislatif baru saja selesai dilaksanakan. Seiring dengan perjalanan waktu itu pula, tentunya beragam peristiwa, kesan dan fakta yang terjadi.

Sebagai saksi sejarah perjalanan demokrasi di negeri republik indonesia tercinta ini, tentunya tidak sedikit yang menilai plus minusnya kinerja Panwaslu. Diantara seribuan orang yang menilai baik dan tentunya mungkin seribuan orang pula yang menilai buruk kinerja Panwaslu dalam menjalankan tugas-tugas pengawasan pelaksanaan Pemilu legislatif kemarin.

Namun dibalik penilaian baik dan buruk kinerja yang telah dijalankan Panwaslu, kiranya mungkin hanya sebagian kecil yang mengetahui betapa berat tugas dan tanggung jawab yang harus dipikul diantara keterbatasan kewenangan yang diberikan, seperti halnya soal keterbatasan personil dan anggaran.

Sehingga tidak berlebihan bila sejumlah anggota Panwaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota berpendapat dalam setiap kesempatan formal baik itu tertutup dan terbuka, bahwa keberadaan Panwaslu bagaikan seorang bayi yang tidak diinginkan kelahirannya atau dengan kata lain diumpamakan bagaikan “anak haram”.

Pendapat tersebut bukanlah sebuah bentuk tendensius atau afatis, tapi sebuah ungkapan dari fakta dan kenyataan yang berdasar, serta bukan sebuah isapan jempol belaka terhadap apa yang dialami ketika menjalani tugas, tangung jawab dan kewenangannya.

Apa yang akan saya ungkapkan dalam tulisan ini tidak lebih sebuah catatan seorang jurnalis yang dipercayakan sebagai Kabag Humas Panwaslu Provinsi Sumatera Utara.

Pendapat bahwa keberadaan Panwaslu bagaikan seorang bayi yang tidak diinginkan kelahirannya tentu bukanlah tidak beralasan. Sebut saja soal keterbatasan tenaga Petugas Pengawas Lapangan (PPL) yang oleh peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Undang-Undang Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2009 dan Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Nomor 42 Tahun 2008 hanya dibatasi satu PPL untuk tingkat Kelurahan. Pada hal idealnya jumlah PPL harus sebanding dengan jumlah TPS yang dibentuk.

Fakta jumlah PPL itu sangat tidak rasional dengan tugas dan tangung jawab yang diembankan kepada Panwaslu. Sehingga sangat tidak memungkinkan bila satu PPL ditingkat Kelurahan harus melakukan pengawasan pada saat bersamaan di 20 bahkan sampai 40 TPS untuk setiap satu Kelurahan.

Kondisi itu sangat berbanding terbalik dengan tugas dan tangung jawab yang diembankan kepada Panwaslu. Begitu pula dengan kewenangan yang diberikan, Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Ikhwaluddin Simatupang SH Mhum selalu mengumpamakan bahwa kewenangan Panwaslu tak lebih diibaratkan bagaikan hakim garis dalam sebuah pertandingan sepak bola. Sedangkan wasitnya tetap saja KPU yang berhak menentukan, apakah tanda bendera peringatan yang disampaikan Panwaslu sebuah bentuk pelanggaran atau tidak.

Seperti halnya persoalan pemungutan ulang pemilu legislatif di Kabupaten Nias Selatan (Nisel) sebagaimana telah menjadi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Persoalan yang kini menjadi pusat perhatian partai politik dan peserta pemilu di indonesia itu. Sejatinya jauh-jauh hari telah disampaikan Panwaslu sebagai daerah rawan konflik pemilu, namun tetap saja KPU tidak mengabaikan peringatan tersebut.

Dalam pelaksanaan pemilu legislatif kemarin Panwaslu mencatat sedikitnya kurang lebih 108 pelanggaran baik itu bentuk pelanggran administrasi dan pidana pemilu dan hanya berkisaran 10% saja yang ditindak lanjuti atau sampai ke meja hijau, sedangkan bentuk pelanggaran administrasi tidak jelas penyelesaiannya setelah temuan dan laporan tersebut disampaikan ke KPU.

Adapun bentuk pelanggaran tersebut, baik itu mulai dari tahapan kampanye, keterlambatan parpol peserta pemilu melaporkan rekening awal kampanye, petugas Panitia Penyelenggara Pemilu Kecamatan (PPK) yang tidak memberikan salinan formulir C1 dan mengumumkan hasil perhitungan suara sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009.

Selain itu Panwaslu juga dihadapi dengan batasan pengawasan yang telah diatur oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009, bahwa Panwaslu diberikan waktu tiga hari ditambah dua hari untuk memproses bentuk-bentuk pelanggaran pidana pemilu, sehingga tidak jarang temuan atau laporan pelanggaran harus kandas hanya sampai pembahasan di meja Gerakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan dan Panwaslu.

Ironis benar antara tugas, tangung jawab dan kewenangan Panwaslu, disisi lain Panwaslu dituntut untuk melakukan pengawasan jalannya pemilu, sementara itu disisi lain kewenangannya dibatasi dan “terkesan” telah tersistim matis melalui undang-undang yang merupakan produk dari wakil partai politik yang duduk dilegislatif.

Tidaklah berlebihan bila ungkapan sejumlah anggota Panwaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota bahwa keberadaan Panwaslu bagaikan seorang bayi yang tidak dinginkan kelahirannya, karena selain dibatasi dalam menjalani tugas, tangung jawab dan kewenangannya, ternyata dalam hal pembiayaan juga sangat terbatas,bahkan untuk tugas dan tangung jawab seorang PPL yang begitu besar honor yang diterimanya dalam jumlah yang sangat memprihatinkan jauh dibawah honor seorang buruh pabrik.

Fakta lain ungkapan tidak diinginkannya keberadaan Panwaslu yakni, tentunya masih segar dalam ingatan jajaran Pemprovsu insiden “pengusiran” Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Ikhwaluddin Simatupang yang melibatkan salah seorang staf protokoler Gubernur Sumatera Utara ketika akan berlangsung rapat koordinasi sejajaran Muspida di aula pertemuan Gubernur lantai 10 beberapa waktu lalu. Dimana pada saat Ketua Panwaslu akan memasuki ruangan oleh protokoler, Ketua Panwaslu diarahkan ke ruangan pertemuan yang lain. Pada hal pada saat insiden itu saudara Ikhwaluddin telah memperkenalkan jati dirinya dengan mengatakan berasal dari lembaga Panwaslu yang diundang dalam rapat koordinasi tersebut. Namun oknum yang bersangkutan tetap saja mengarahkan untuk tidak masuk ke dalam ruangan pertemuan yang dimaksud.

“Ini merupakan bentuk penghinaan terhadap lembaga Panwaslu”, ungkap Ikhwaluddin kepada Kabag Infokom Pemrovsu dalam sebuah pembicaraan melalui telepon seluler beberapa saat setelah insiden berlangsung. Dimana sipenelepon meminta agar Ikhwaluddin bersedia kembali menghadiri rapat koordinasi tersebut.

Peristiwa diatas tentunya belum dapat dikatakan sebagai bentuk penolak atau tidak mengakui keberadaan Lembaga Panwaslu yang merupakan bahagian dari instrumen sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Namun sangat disayangkan akibatnya dapat melahirkan beragam asumsi ditengah masyarakat dari apa yang terjadi dalam peristiwa insiden tersebut.

Meski demikian dari beragam fakta yang dihadapi tidaklah mengendorkan semangat anggota Panwaslu dalam menjalankan tugas-tugas pengawasannya. Dan untuk itu telah dibayar mahal dengan diberhetikannya tiga anggota Panwaslu Kecamatan Kota Medan dan beberapa Panwas Kabupaten/Kota yang mendapat peringatan keras karena dinilai tidak menjalankan tugas-tugasnya dengan baik dan benar.

Sebab bila Panwaslu tidak menjalankan tugas, tanggung jawab dan kewenangannya dengan baik dan benar, maka bukan tidak mungkin lembaga Panwaslu akan dihapuskan dalam pelaksanaan pemilu mendatang dan hal itu sebuah pertanda buruk mundurnya kembali perjalanan demokrasi di negeri republik indonesia tercinta ini.

Jumat, 15 Mei 2009

Panwaslu : Sistem Penghitungan Ulang Nisel Rentan Penyelewengan

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Panwaslu : Sistem Penghitungan Ulang Nisel Rentan Penyelewengan


Medan ( )

Pelaksanaan Penghitungan Ulang surat suara Kabupaten Nias Selatan yang dilaksanakan KPU Provinsi Sumatera Utara di Asrama Haji Pangkalan Mansyur Medan, kiranya masih menyisahkan sejumlah persoalan, seperti halnya soal sistem penghitungan yang dilakukan dinilai Panwaslu rentan terjadinya penyelewengan.

Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan Panwaslu Provinsi Sumatera Utara disinyalir beberapa titik kerawanan kecurangan, seperti halnya data hasil penghitungan yang hanya mengandalkan soft copy data dalam bentuk flash disc tanpa data pembanding dalam bentuk print out yang semestinya juga diterima para saksi parpol dan Panwaslu.

Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, Ikhwaluddin Simatupang SH Mhum menjelaskan untuk menyikapi persoalan keberatan tersebut pihaknya telah menyurati KPU Provinsi Sumatera dengan nomor surat : 393/Panwaslu-SU/VI/2009, jelasnya pada sejumlah media massa di Asrama Haji Medan, Rabu (13/5).

Panwaslu mensinyalir dengan dibentuknya kelompok-kelompok penghitungan suara mencapai 50 kelompok dan batas waktu penghitungan yang ditutup sejak pukul 00.00 wib dan baru dihitung kembali pukul 08.00 wib, tanpa diberikannya print out hasil penghitungan sebagai pembanding, maka tidak menutup kemungkinan rentan akan terjadinya penyelewengan, tukas Ikhwaluudin.

Ironisnya lagi seperti yang terjadi pada tanggal 12 Mei 2009 sekira pukul 23.30 Wib setelah penghitungan suara dinyatakan ditutup dan akan dilanjutkan kembali keesokan harinya, ketika Panwaslu meminta print out hasil penghitungan ulang, namun sangat disayangkan KPUD tidak memberikannya dengan berbagai alasan.

Menurut Ikhwaluddin, semestinya KPU menyerahkan hasil penghitungan suara dalam betuk print out dan ditanda tangani seluruh saksi dan petugas penghitungan sebelum penghitungan ulang ditutup, sehingga dengan demikian saksi parpol dan Panwaslu memiliki data pembanding dalam menjalankan pengawasan.

“Kita berharap dengan disampaikannya surat keberatan itu, KPU Provinsi Sumatera Utara dapat melakukan perbaikan dalam sistem penghitungan ulangan Kabupaten Nisel yang saat ini masih berlangsung”, desak Ikhwaluddin. (rel)

Selasa, 05 Mei 2009

DPRDSU Desak KPU Sumut Revisi Rekapitulasi Suara di Tapteng

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

DPRDSU Desak KPU Sumut Revisi Rekapitulasi Suara di Tapteng
* Belly Simanjuntak : Berhentikan Anggota KPU Tapteng


Medan, ( )
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPRD Sumut Belly Simanjuntak meminta KPU Sumut segera mengambil tindakan tegas dengan memecat anggota KPU Tapteng, karena tidak melaksanakan revisi data penghitungan suara yang diduga banyak terjadi manipulasi sebagaimana telah diinstruksikan KPU Sumut sebelumnya.

“Tindak tegas dan berhentikan anggota KPU Tapteng. Sebab apa yang diinstruksikan KPU Sumut untuk merevisi data rekapitulasi penghitungan suara tidak digubris,” tandas Belly Simanjuntak yang juga Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut kepada wartawan Selasa (5/5), di Kantor Panwaslu Sumut Jalan Kartini Medan.

Lebih lanjut dikatakan Belly, sesuai amanat UU Nomor 10/2008 KPU Provinsi dapat melakukan pengambilalihan jika jajaran KPU dibawahnya tidak mampu melaksanakan tahapan penyelenggaraan Pemilu. Bahkan jika ditenggarai telah melakukan tindakan yang menghambat tahapan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu maka dikenai sanksi pidana. Dalam kaitan tersebut, menurutnya, anggota KPU Tapteng sama sekali tidak menggubris instruksi KPU Sumut dan malah justru telah meninggalkan tugasnya sebagai penyelenggara Pemilu.

“Dimana marwah KPU Sumut karena surat perintah tertulisnya tidak digubris anggota KPU Tapteng,” lontar Belly.

Billy juga menjelaskan permintaan pemecatan tersebut tidak hanya khusus terhadap KPU Tapteng. Tetapi juga kepada seluruh KPU Kabupaten/Kota yang bermasalah terlibat dalam kecurangan penggelembungan suara, sehingga merugikan caleg yang menang secara jujur.

”Salah satu korban akibat kecurangan ini adalah saya sendiri. Dimana di tingkat PPK Tapteng tetap suara saya menang namun di tingkat KPU Tapteng suara saya dikalahkan. Padahal dari bukti C1 saya menang dan ini bisa saya buktikan,” tegas Belly.

Tak Berjalan
Sementara Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Sumatera utara Ikhwaluddin Simatupang menegaskan, penegakan hukum di internal KPU tidak berjalan. Terbukti dengan tidak digubrisnya instruksi KPU Sumut oleh KPUD Tapteng, terkait permasalahan rekapitulasi penghitungan suara yang terjadi di KPU Tapteng.

Ikhwal yang baru saja kembali mengikuti proses rekapitulasi penghitungan suara KPU Pusat mengatakan, semestinya KPU Sumut memiliki hak untuk memecat oknum-oknum KPU Tapteng. Namun sampai saat ini hal itu tidak juga dilakukan.

”Dalam forum rekapitulasi penghitungan suara di Jakarta kemarin saya sudah sampaikan bahwa Panwaslu Sumut meminta KPU Tapteng melakukan pemungutan suara ulang di 22 TPS di Tapteng. Sebab banyak ditemukan pelanggaran yang memenuhi unsur untuk dilakukan pemungutan suara ulang,” pungkas Ikhwal. ( )

Senin, 04 Mei 2009

KPU Tapteng Abaikan Instruksi KPU Sumut

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Terkait Kasus Pelanggaran Pemilu
KPU Tapteng Abaikan Instruksi KPU Sumut


Medan, ( )

Komisi Pimilihan Umum (KPU) Tapanuli Tengah (Tapteng) terkesan mengabaikan intruksi KPU Provinsi Sumatera Utara untuk melaksanakan proses revisi data perolehan suara terkait sejumlah laporan pelanggaran pemilu yang terjadi di daerah tersebut.
Padahal sesuai instruksi KPU Provinsi Sumatera Utara mendesak agar sesegera mungkin melaksanakan revisi data perolehan suara sudah selesai sebelum tanggal 3 Mei 2009. Namun sampai berita ini diterbitkan KPU Tapteng tidak juga menjalankan proses revisi yang dimaksud.
Hasil monitoring yang dilakukan langsung Kabag Hukum da Tata Laksana Pengawasan Pemilu Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, Hasan Lumban Raja SH bahwa sampai tanggal 4 Mei dinihari PKU Tapteng tidak juga melakukan proses revisi data perolehan suara sebagaimana surat intruksi KPU Provinsi Sumatera Utara.
“KPU Tapteng terkesan mengabaikan instruksi KPU Provinsi Sumatera, karena sampai batas waktu yang telah ditentukan tidak juga melaksanakan proses revisi yang diinstruksikan”, ungkap Kabag Humas Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Maizen Saftana SH kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Senin (4/5).
Hasil laporan monitoring yang dilakukan Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, terhitung tanggal 1 Mei 2009, sejumlah partai politik dan caleg yang melaporkan telah terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu diantaranya partai PDIP, Gerindra, dan Demokrat telah menandatangani daftar hadir untuk mengikuti proses revisi data perolehan suara, namun Ketua dan tiga dari anggota KPU Tapteng diantaranya Kabul Lumban Tobing, Irwaner Ritonga, Maruli Firman Lubis dan Syahrial Sinaga sampai hari ini tidak pernah berada ditempat.
Bahkan ketika ditanyakan kepada salah seorang anggota KPU Tapteng Dewi Helfirina tentang keberadaan keempat rekannya mengaku tidak mengetahuinya, begitu pula jawaban para staf KPUD Tapteng. Sehingga proses revisi data perolehan suara yang semestinya telah dilaporkan selambat-lambatnya tanggal 3 Mei 2009 tidak juga dilaksanakan, jelas Maizen.
Lanjut Maizen, berdasarkan surat KPU Provinsi Sumatera Utara cukup jelas menginstruksikan kepada KPU Tapteng agar segera mengkroscek data, baik yang dimiliki penggugat, PPK, maupun KPU Tapteng. Dan apabila ternyata berdasarkan fakta dan data ditemukan kesalahan perhitungan, maka KPU Tapteng harus segera melakukan revisi perolehan suara.
Untuk itu kita mempertanyakan komitmen KPU Provinsi Sumatera Utara yang akan memberikan tindakan tegas bagi jajarannya. “ Kita berharap KPU Provinsi Sumatera Utara tidak hanya sebatas mengeluarkan statemen dimedia massa saja”, tukas Maizen. (rel)

Kamis, 23 April 2009

Panwaslu Sumut Serahkan Bukti Pelanggaran ke KPUD

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Panwaslu Sumut Serahkan Bukti Pelanggaran ke KPUD
Kasus Tapteng Menjadi Sorotan

Medan ( )

Komitmen Panwaslu Provinsi Sumatera Utara menyikapi sejumlah pelanggaran pelaksanaan pemilu sepertinya tidak main-main, terbukti dengan diserahkannya bukti-bukti pelanggaran tahapan penghitungan suara baik ditingkat TPS, PPK dan KPUD Kabupaten/Kota kepada KPUD Sumatera Utara.

Bukti-bukti pelanggaran yang jumlahnya mencapai 189 itu diserahkan langsung Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, Ikhwaluddin Simatupang SH, Mhum kepada Ketua KPUD Sumatera Utara Irham Buana Nasution SH dalam rapat koordinasi di sekretariat Panwaslu Sumatera Utara jalan Kartini no. 26 medan, Kamis 23/4).

Rapat koordinasi yang berlangsung dimulai pukul 10.30 dan berakhir pada pukul 12.00 wib itu dihadiri anggota Panwaslu Drs. Zakaria Taher, Sedarita Ginting, SH Sekretaris Raja Sahanan S.Sos, dan Kabag Humas Maizen Saftana SH, sedangkan dari KPUD turut hadir Nurlela Djohan, Turunan B Gulo dan Surya Pardamean.

Dipertemuan itu lebih tekorsentrasi membahas pelanggaran yang terjadi di KPUD Kabupaten Tapanuli Tenggah, bahkan Panwaslu merekomendasi agar dilakukan pemungutan suara ulang di 22 TPS, antara lain di Desa Muara Bolak Kecamatan Sorkam, Desa Tapian Nauli Kecamatan Tapian Nauli dan Desa Siantar Kecamatan Sosorgadong.

Sayangnya dalam pertemuan itu KPUD Sumatera Utara belum memberikan rekomendasi yang jelas dalam menyikapi pelanggaran yang terjadi di Kabupaten Tapteng tersebut.

Selain itu juga membahas pelanggaran KPUD Kabupaten Nias Selatan, seperti halnya ada surat suara yang dibawa ke rumah, pencontrengan yang ditutup pukul 11.30 wib, dugaan keterlibatan petugas PKK, KPUD dan Bupati dan penggelembungan suara sebesar 28.000 untuk istri Bupati.

Pelanggaran yang melibatkan oknum KPUD Kabupaten Madina yang terlihat dalam rekaman documenter turut membagi-bagikan uang dalam acara temu kader koperasi se-Kabupaten Madina yang diindikasikan sebagai bentuk pelanggaran menggunakan fasilitas Negara, mobilisasi PNS dan money politik karena mengkampanyekan anak Bupati Madina yang tercatat sebagai caleg DPR RI dari Partai Golkar juga menjadi pembahasan, bahkan kasus tersebut telah dilimpahkan ke Bawaslu dan Mendagri.

Dugaan pelanggaran di Kabupaten Siantar Utara dan Langkat juga menjadi pembahasan yang serius dalam rapat koordinasi tersebut. “ Kita berharap KPUD Sumatera Utara dapat merespon bentuk pelanggaran administrasi yang telah diserahkan”, sebut Ikhwaluddin.

Ikhwaluddin membenarkan bahwa dalam pertemuan lebih banyak membahas pelanggaran penghitungan suara yang terjadi di Kabupaten Tapteng sehubungan banyaknya laporan masyarakat yang masuk ke Panwaslu Sumatera Utara, jelasnya. (rel)

Rabu, 22 April 2009

Panwaslu Sumut Rekomendasi Hitung Ulang Hasil Rapat Pleno Tapteng

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Panwaslu Sumut Rekomendasi Hitung Ulang Hasil Rapat Pleno Tapteng

Medan ( )

Menyikapi laporan masyarakat dan sejumlah media massa yang mengeluhkan rapat pleno rekapitulasi hasil perolehan suara partai politik di tingkat Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) yang terkesan tertutup. Untuk itu Panwaslu Provinsi Sumaera Utara merekomendasikan KPUD Sumatera Utara untuk melakukan penghitungan ulang.

“Jika benar faktanya laporan yang diterima, maka Panwaslu Provinsi Sumatera Utara mendesak kepada KPUD Sumatera Utara untuk malakukan penghitungan ulang, karena dinilai telah mengabaikan perintah UU No. 10 Tahun 2008”, tegas Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Ikhwaluddin Simatupang didampingi anggota Drs Zakaria Taher, Sedarita Ginting SH dan Kabag Humas Maizen Saftana SH kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26, Rabu ( 22/4).

Ikhwaluddin sangat menyayangkan sikap yang diambil KPUD Tapteng yang menggelar rapat pleno dengan secara tertutup sebagaimana yang dilaporkan sejumlah media massa dan masyarakat kepada Panwaslu, jelasnya.

Berangkat dari sejumlah temuan pelanggaran pemilu yang terjadi di Tapteng, sehingga cukup menjadi alasan bagi Panwaslu merekomendasikan kepada KPUD Sumatera Utara untuk melakukan penghitungan ulang. Apalagi ditemukan adanya indikasi penggelembungan suara dari rapat pleno yang saat ini berlangsung, ujar Ikhwaluddin.

“Diharapkan KPUD Sumatera Utara melakukan rekapitulasi ulang hasil rapat pleno yang digelar KPUD Kabupaten Tapteng, sejalan dengan surat Bawaslu yang ditujukan kepada Panwaslu untuk melakukan supervise, desaknya.

Hasil monitoring yang dilakukan Panwaslu sedikitnya 30 kasus pelanggaran yang ditemukan mulai dari tahapan kampanye sampai ke pemungutan suara, antara lain kasus perusakan atau menghilangkan hasil pemungutan surat suara yang telah disegel di kantor Camat Barus yang dilakukan petugas trantib. Selain itu kasus pemberian surat suara yang lebih dari satu kali pada waktu pemungutan suara yang diduga dilakukan Kades Pasar Sorkam, kasus KPPS yang dengan sengaja tidak memberikan salinan atau berita acara pemungutan dan perhitungan suara dan sertifikat hasil perhitungan suara kepada saksi peserta pemilu dan pengawas lapangan.

Selanjutnya kasus kampanye diluar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang diduga dilakukan salah seorang pengurus partai peserta pemilu, dan kasus keterlibatan PNS yang ikut terlibat dalam proses pemilihan di TPS 1 dan TPS 3., beber Ikhwaluddin. (rel)

Selasa, 21 April 2009

Kasus Tapteng, Panwaslu Sumut Bawa ke Bawaslu dan Mabes Polri

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Kasus Tapteng, Panwaslu Sumut Bawa ke Bawaslu dan Mabes Polri


Medan ( )

Terkait pelanggaran pelaksanaan pemilu yang begitu banyak terjadi di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), kiranya menjadi perhatian serius Panwaslu Provinsi Sumatera Utara dan dijadwalkan dalam waktu dekat akan melaporkan segala temuan bentuk pelanggaran ke Bawaslu dan Mabes Polri.

“Sedikitnya 30 kasus pelanggaran yang kita temukan dan hampir kesemua berkasnya telah dilimpahkan ke Polres setempat”, uangkap Ketua Panwaslu Ikhwaluddin Simatupang SH Mhum dan didampingi anggota Drs Zakaria Taher MSP, Sedarita Ginting SH , Kabag Humas Maizen Saftana serta Kabag Hukum Hasan Lumba Raja SH kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu jalan Kartini No. 26 Medan, Selasa (21/4).

Dijelaskan Ikhwaluddin, 30 kasus pelanggaran itu antar lain, kasus perusakan atau menghilangkan hasil pemungutan surat suara yang telah disegel di kantor Camat Barus yang dilakukan petugas trantib. Selain itu kasus pemberian surat suara yang lebih dari satu kali pada waktu pemungutan suara yang diduga dilakukan Kades Pasar Sorkam, kasus KPPS yang dengan sengaja tidak memberikan salinan atau berita acara pemugutan dan perhitungan suara dan sertifikat hasil perhitungan suara kepada saksi peserta pemilu dan pengawas lapangan.

Selanjutnya kasus kampanye diluar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang diduga dilakukan salah seorang pengurus partai peserta pemilu, dan kasus keterlibatan PNS yang ikut terlibat dalam proses pemilihan di TPS 1 dan TPS 3.

Untuk itu berdasarkan surat Bawaslu Nomor 228/Bawaslu/IV/2009 Panwaslu Sumatera Utara akan mengambil langkah-langkah pembinaan dan supervise kepada Panwas Kabupaten Tapteng dan memberikan sanksi tegas kepada Panwaslu Kabupaten Tapteng bila terbukti tidak menindak lanjuti laporan pengaduan peserta pemilu.

Lebih kongkritnya kesemua temuan kasus pelanggaran tersebut akan ditindak lanjuti ke Bawaslu dan Mabes Polri. “ Saya pastikan beberapa hari kedepan kasusnya akan kami bawa langsung ke Bawaslu dan Mabes Polri”, tukas Ikhwaluddin.

Ironisnya lagi dari ke sembilan berkas pelanggaran yang telah dilimpahkan ke Polres Tapteng, kesemua berkasnya bahkan telah dikembalikan ke Panwas Kabupaten Tapteng dengan catatan tidak cukup bukti dan berkas laporan yang terlupakan distempel.

Berdasarkan dari fakta tersebut, Panwaslu merekomendasikan sejumlah berkas pelanggaran yang masuk ke Panwaslu Sumatera Utara akan dilimpahkan ke Bawaslu dan Mabes Polri, ujarnya mengakhiri. (rel)

Senin, 20 April 2009

Palidasi DPS Pilpres Dilakukan Harus Dari Rumah Ke Rumah

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Palidasi DPS Pilpres Dilakukan Harus Dari Rumah Ke Rumah
Panwaslu Perintahkan PPL Lakukan Pengawasan

Medan ( )

Kekuatiran banyak pihak mengenai persoalan Daftar Pemilihan Tetap (DPT) akan terulang dalam penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres). Untuk itu Panwaslu Provinsi Sumatera Utara mendesak KPUD agar melakukan pendataan dari rumah ke rumah ketika melakukan pemutakhiran data dari DPT pemilu untuk dijadikan Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pilpres.

Hal itu ditegaskan anggota Panwaslu Provinsi Sumatera Utara devisi Pengawasan Drs Zakaria Taher MSP pada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu jalan kartini No. 26 Medan, Senin (20/4).

Menurut Zakaria terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan KPUD dalam melakukan palidasi DPT menjadi DPS Pilpres mendatang yakni, dengan melakukan pendataan dari rumah ke rumah untuk menyesuaikan dengan DPT yang belum terdaftar.

Meski demikian Zakaria menyadari untuk melaksanaka tahapan itu memerlukan waktu yang panjang dan biaya yang tidak sedikit, apalagi tidak didukung perilaku masyarakat yang pada umum tidak mau direpotkan dalam persoalan administrasi.

Dijelaskannya dalam pertumbuhan DPS terdapat beberapa lokasi yang harus menjadi perhatian yang serius yakni, di perguruan tinggi, rumah sakit, dan Lembaga Pemasyarakat. Selain peristiwa kependudukan seperti halnya, kelahiran, mati dan pindah tempat tinggal yang kesemuanya menjadi faktor utama pertumbuhan DPS.

Masih menurut Zakaria tahapan lainnya yang dapat dilakukan untuk meliminir tidak masuknya seseorang dalam DPS dan DPT dengan menyampaikan DPS ke perangkat pemerintah ditingkat lingkungan dan dusun, sehingga kepala lingkungan dapat mengecek DPT sebelum dimasukkan sebagai DPS.

Untuk itu Panwaslu Provinsi Sumatera Utara meminta kepada Panitia Pengawas Lapangan (PPL) melakukan pengawasan langsung pelaksanaan pemutakhiran DPS yang akan dilakukan KPUD, sehingga diharapkan dapat meliminir masyarakat yang tidak masuk dalam DPS.

“Panwaslu Sumut telah menyurati Panwas Kabupaten/Kota agar memerintahkan kepada PPL yang telah melakukan pengawasan penghitungan suara ditingkat PPS untuk selanjutnya melakukan pengawasan palidasi DPS”, ujar Zakaria.

Tujuannya agar masyarakat dalam mendapatkan haknya sebagai pemilih terdaftar sebelum pelaksanaan Pilpres berlangsung dan dengan sendirinya meliminir persoalan DPT yang selama ini seakan terus menjadi persoalan dalam setiap tahapan pemilu, pilkada dan pilpres, ujarnya mengakhiri. (rel)

3 Anggota KPUD Humbahas di Laporkan Ke Panwaslu

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara


Terindikasi Pidana, 3 Anggota KPUD Humbahas di Laporkan Ke Panwaslu


Medan ( )


Panita Pengawasan Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi Sumatera Utara terima laporan pengaduan pemalsuan surat dan surat keterangan tiga anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Humbang Hasudutan (Humbahas) yang diterima langsung Ketua Panwaslu Ikhwaluddin Simatupang SH Mhum di secretariat Panwaslu jalan Kartini No. 26 Medan, Senin (20/4).

Senin menjelang sore itu sekretariat Panwslu Provinsi Sumaera Utara menerima kedantangan dua warga Kabupaten Humbahas. Keduanya datang menyarahkan laporan dugaan tindak pidana yang dilakukan tiga anggota KPUD Kabupaten Humbahas antara lain berinisial MF, AR dan AG.

Ketiga anggota KPUD Kabupaten Humbahas itu dilaporkan diduga telah melakukan pemalusuan surat identitas kependudukan dan keterangan palsu pernyataan tidak terlibat salah satu parpol sebagai syarat kelengkapan untuk menjadi anggota KPUD.

“Benar, Panwaslu Sumatera Utara telah menerima laporan dugaan pidana yang dilakukan tiga anggota KPUD Kabupaten Humbahas dan untuk selanjutnya akan tindak lanjuti ke KPUD Sumatera Utara”, ungkap Ikhwaluddin.

Dijelaskan Ikhwaluddin, bahwa kasus tersebut saat ini telah ditangani Polres Humbahas dan memeriksa ketiganya, bahkan berkas pemeriksaannya juga telah diajukan ke Kejaksaan Negeri Tarutung.

Sesuai berkas laporanya, pihak penyidik menjerat keduanya dengan pasal 263 subs pasal 266 KUHPidana dimana telah terjadi tindak pidana pemalsuan surat dan atau menggunakan surat seolah olah keterangan dalam surat tersebut sesuai dengan keterangan sebenar-benarnya.

Untuk selanjutnya kita masih menunggu proses hukumnya dan bila telah memiliki keptusuan hokum tetap, maka diminta kepada KPUD Sumatera Utara agar mengambil keputusan yang tegas kepada ketiga anggota KPUD Kabupaten Humbahas tersebut.

“Pada prinsifnya Panwaslu Sumatera Utara akan terus memantau dan menindak lanjuti kasus tersebut dan endaknya menjadi perhatian khusus KPUD Sumatera Utara”, tukas Ikhwaluddin. (rel)

Panwaslu Perintahkan Evaluasi Kinerja KPUD

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara


Panwaslu Perintahkan Evaluasi Kinerja KPUD


Medan ( )

Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Provinsi Sumatera Utara memerintahkan Panwas Kabupaten/Kota untuk melakukan evaluasi kinerja KPUD Kabupaten/Kota, terkait sejumlah bentuk pelanggaran tahapan pemilu khususnya persoalan rekap penghitungan suara baik ditingkat PPS dan PPK.

“Kita meminta kepada seluruh Panwaslu Kabupaten/Kota untuk melakukan evaluasi kinerja KPUD Kabupaten/Kota dan bila ditemukan adanya bentuk pelanggaran, maka sesegera mungkin agar segera melaporkannya ke aparatur terkait”, tegas Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Ikhwaluddin Simatupang SH, Mhum didampingi anggota Drs Zakaria Taher, Sedarita Ginting SH dan Kabag Humas Maizen Saftana SH kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Senin (20/4).

Dikatakan Ikhwaluddin, bentuk pengawasan yang dilakukan terkait sejumlah laporan pelanggaran yang masuk ke Panwaslu, khususnya pada tahapan rekap penghitungan suara, sebut saja seperti kesalahan dalam pengisian rekap surat suara, bahkan ada yang tidak mengisinya, serta tidak diserahkan formulir C1 kepada saksi peserta pemilu dan Panwas lapangan.

Begitu pula terkait permasalahan pendistribusian tertukarnya surat suara yang mengakibatkan tertundanya proses tahapan penghitungan suara, sehingga banyak peserta pemilu yang menuntut agar segera dilakukannya penghitungan ulang, ujar Ikhwaluddin.

Untuk segala bentuk pelanggaran yang dimaksud, Panwaslu meminta kepada Panwas Kabupaten/Kota untuk segera melaporkannya ke aparat terkait, serta segala bentuk pelanggaran lainnya, desak Ikhwaluddin.

Pendapat senada juga dikatakan anggota Panwaslu devisi Pelaporan Sedarita Ginting SH, “Kita menganggap sumber daya manusia KPUD Kabupaten/Kota mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam melakukan tugas-tugasnya, khususnya dalam melakukan rekap penghitungan suarat suara”, tukasnya.

Ungkapnya, segala bentuk permasalahan yang muncul saat ini harus menjadi bahan evaluasi kita bersama, sehingga tidak terulang pada pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Ironisnya lagi dari hasil monitoring yang dilakukan Panwaslu ketika pelaksanaan pemungutan suara sampai pada tahapan penghitungan suara hampir di seluruh KPUD Kabupaten/Kota ditemukan bentuk permasalahan yang serupa. Untuk itu Panwaslu provinsi Sumatera Utara meminta Panwas Kabupaten/Kota terus melakukan pengawasan terhadap segala bentuk pelanggaran yang terjadi, baik itu pelanggaran dalam bentuk administrasi dan pidana, tukas Zakaria Taher mengaminkan pendapat kedua rekannya.

Lebih lanjut Zakaria mengatakan, guna menindak lanjutinya Panwaslu dalam waktu dekat ini akan mendatangi KPUD Provinsi Sumatera Utara dan menyerahkan sejumlah persoalan yang muncul dari setiap tahapan pemilu. (rel)

Selasa, 14 April 2009

Panwaslu Sumut Limpahkan Kasus Amru ke Mendagri

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Panwaslu Sumut Limpahkan Kasus Amru ke Mendagri
Panwaslu Madina Terancam Kena Sanksi

MEDAN ()

Kasus dugaan mony politik, menggunakan fasilitas Negara dan mobilisasi Pengawai Negeri Sipil mengkampanyekan salah satu caleg DPRI dari Parti Golkar yang melibatkan Bupati Madina Amru Helmy Daulay, sepertinya berbuntut panjang.

Pasalnya Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sumut akan melimpahkan kasus dugaan money politik yang dilakukan oleh Bupati Madina H Amru Helmy Daulay ,SH ke Departemen Dalam Negeri (Depdagri) di Jakarta setelah pihak Poldasu mengembalikan berkas perkara pelanggaran Pemilu yang diduga dilakukan Amru Helmy Daulay .

“Kita tetap melanjutkan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh Bupati Madina ini dan saat ini akan kita limpahkan ke Depdagri di Jakarta,’kata Ketua Panwaslu Sumut Ikhwaluddin Simatupang ,SH,MHum didampingi Kabag Humas Maizen Saftana SH, Selasa (14/4) di Medan.

Ikhwal menjelaskan pihaknya memang sudah menerima pengembalian berkas kasus Amru ini dari pihak Poldasu dengan nomor surat B/149/IV/2009/Dit Reskrim Poldasu tanggal 13 April 2009 ,yang intinya bahwa kasus Amru ini sudah kadaluarsa.

Putusan Poldasu berdasarkan surat panggilan Panwaslu Kabupaten Madina Nomor : 179/Panwaslu-MN/III/2009 tertanggal 10 Maret dengan melakukan pemanggilan terhadap Kepala Dinas Koperasi Kab. Madina. “Pada hal kita sendiri masih meragukan kebenaran surat Panwaslu Kab. Madina tersebut, karena hanya dalam bentuk foto copy “, jelas Ikhwaluddin.

Lebih lanjut dijelaskan, dalam surat panggilan itu tidak disebutkan secara jelas materi pemanggilan dan hanya berdasarkan pemberitaan salah satu media cetak, sedangkan dasar Panwaslu Sumatera Utara melimpahkan berkas perkaranya berdasarkan temuan rekaman documenter kegiatan temu kader koperasi se Kabupaten, terhitung tanggal 4 April 2008 ketika Kapala Dinas Koperasi menghadiri undangan klarifikasi Panwaslu Sumatera Utara.

Selanjutnya berdasarkan rekaman documenter tersebut menjadi dasar temuan Panwaslu Sumatera Utara melimpahkan berkas perkaranya ke Poldasu terhitung tanggal 8 April 2008, beber Ikhwaluddin.

“Kita menyesalkan sikap Poldasu selaku Satgas Gakkumdu yang menyatakan kasus ini sudah kadaluarsa padahal sesungguhnya kasus ini belum kadaluarsa sebab pihak Poldasu terfokus pada surat Panwaslu Madina Nomor 179/Panwaslu-MN/III/2009 Tanggal 10 Maret 2009”, ujar Ikhwaluddin.

Ditambahkan Ikhwaluddin, selain melimpahkan berkas perkaranya ke Menteri Dalam Negeri, dalam waktu dekat ini Panwslu akan memanggil Panwas Kabupaten Madina guna memberikan klarifikasi sejauh mana tahapan proses yang telah dilakukan Panwas Kabupaten Madina. (rel)

Langgar UU Pemilu, KPU Terancam Dipidanakan

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Langgar UU Pemilu, KPU Terancam Dipidanakan


Medan, ( )

Penyelenggaraan pemilu legislatif yang sudah berlangsung menyisakan beberapa permasalahan terkait pelanggaran undang-undang pemilihan umum pasal 180 ayat 2 UU No 10 tahun 2008. Akibatnya pihak penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan jajarannya terancam dipidanakan sebagaimana diatur pada pasal 302 UU No. 10 tahun 2008.
Pelanggaran terhadap pasal 180 tersebut adalah Kelompok Penyelenggaran Pemungutan Suara (KPPS) tidak menyerahkan berita acara perhitungan suara kepada saksi dan panitia pengawas lapangan setelah selesai penghitungan suara.
Sesuai ketentuan dalam pasal itu, “KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan perhitungan suara serta sertifikasi hasil perhitungan suara kepada saksi peserta pemilu, pengawas pemilu lapangan, PPS dan PPK melalui PPS pada hari yang sama atau formulir C-1”.
Terkait dugaan ini pelanggaran UU ini, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Provinsi Sumatera Utara sejauh ini masih melakukan tabulasi data dan informasi.
“Jika ditemukan ada unsur kesengajaan bahwa KPPS tidak memberikan berita acara pemungutan dan perhitungan suara tersebut, maka Panwaslu akan melaporkan pelanggaran dimaksud kepada pihak kepolisian,” kata Ketua Panwaslu Sumatera Utara Ikhawaluddin Simatupang SH, MH, melalui Humas Panwaslu Sumut Maizen Saptana, kepada sejumlah wartawan di kantor Panwaslu Sumut Jl Kartini Medan, Senin (13/4).
Temuan adanya pelanggaran UU ini berdasarkan hasil monitoring Panwaslu Sumut disejumlah Kabupaten Kota. Artinya ada indikasi kuat dan patut diduga yang mengarah kepada adanya unsur kesengajaan. “Data pelanggaran UU ini berdasarkan hasil monitoring Panwaslu Sumut di beberapa daerah, seperti Labuhan Batu, Madina, Langkat, Deli Serdang, Nias, Nias Selatan, Asahan, Tapteng dan beberapa kabupaten kota lainnya,” terangnya.
Sikap Panwaslu untuk melaporkan pelanggaran UU pemilu yang diduga dilakukan penyelenggaran pemilu ini mendapat dukungan dari Komisi A DPRD Sumut. Hal itu terungkap dalam kunjungan Komisi A DPRD Sumut ke Kantor Panwaslu Sumut. “Komisi A menyatakan mendukung upaya yang dilakukan Panwaslu untuk melaporkan pihak penyelenggara pemilu terkait adanya pelanggaran UU pemilu,” sebutnya sembari mengatakan hadir dalam kunjungan itu ketua Komisi A Zakaria Bangun, Akmal Daulay, Syamsul Hilal, Abdul Hakim Siagian, Edison Sianturi dan Firti Siswaningsih.
Komisi juga mengungkapkan pihaknya juga menemukan pelanggaran yang sama dibeberapa daerah terkait tidak diserahkannya berita acara pemungutan dan perhitungan suara kepada saksi partai, panwas pemilu lapangan, PPS. Komisi A menemukan pelanggaran UU pemilu diantaranya di wilayah kabupaten Deli Serdang dan Pematang Siantar. (***)

Selasa, 07 April 2009

Masa Tenang, Kampanye SMS Pelanggaran Pemilu

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Masa Tenang, Kampanye SMS Pelanggaran Pemilu

Medan ( )

Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Sumatera Utara menghimbau kepada seluruh peserta pemilu agar menghormati masa tenang dengan tidak melakukan kegiatan kampanye dalam bentuk apapun, termasuk melakukan kampanye dengan memanfaatkan layanan pesan singkat atau SMS.

Hal itu ditegaskan Ketua Panwaslu Sumatera Utara, Ikhwaluddin Simatupang SH Mhum kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Selasa (7/4),

“Kita sangat mengharapkan kepada seluruh peserta pemilu untuk menghormati masa tenang dengan tidak melakukan kegiatan bentuk kampanye apapun, termasuk dalam bentuk SMS”, tegasnya mengulang.

Dijelaskan, sebagaimana diatur UU No.10 Tahun 2008 pasal 82 ayat (3), “masa tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari/tanggal pemungutan suara”.

Untuk selanjutnya sesuai pasal 269 ayat (1) disebutkan, setiap orang dengan sengaja melakukan kampanye diluar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam paal 82 dipidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp. 3.juta (tiga juta rupiah) atau paling banyak Rp. 12 juta (dua belas juta rupiah), jelas Ikhwaluddin.

Berdasarkan ketentuan UU No. 10 Tahun 2008, maka diminta kepada seluruh peserta pemilu untuk tidak melakukan kampanye dalam bentuk apapun. “Bila ditemukan maka akan kita laporkan ke KPU dan diminta kepada Panwas Kabupaten/Kota untuk melakukan pengawasannya”, tukas Ikhwaluddin.

Masih menurut Ikhwaluddin, kampanye dalam bentuk SMS dapat dikategorikan dalam bentuk kegiatan kampanye sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 81 UU No. 10 Tahun 2008 yakni, pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, media massa cetak dan elektronik, pemasangan alat peraga, rapat umum dan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan. (rel)

Senin, 06 April 2009

Soal Dugaan Money Politik Bupati Madina

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Soal Dugaan Money Politik Bupati Madina
Panwaslu Layangkan Panggilan Ke 2




Medan, ( )

Tidak menghadiri undangan klarifikasi Panwaslu Provinsi Sumatera Utara dugaan money politik yang dilakukan Bupati Mandailing Natal (Madina) Amru Daulay SH, sebagaimana pemberitaan di salah satu stasiun TV swasta. Untuk selanjutnya Panwaslu akan melayangkan surat undangan klarifikasi yang kedua.
“Kita akan layangkan surat undangan klarifikasi yang kedua kalinya, karena setelah kita tunggu sampai pukul 16.00 Wib yang bersangkutan tidak juga hadir , jelas anggota Panwaslu Divisi Pelaporan, Sedarita Ginting SH kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan , Sabtu (4/4).
Lanjutnya, untuk undangan klarifikasi yang kedua, Panwaslu menjadwalkan Selasa (7/4) pukul 09.00 Wib. Selain itu pada hari yang sama Panwaslu juga mengundang Ketua KPUD Madina dan untuk itu sangat diharapkan kehadirannya.
Undangan klarifikasi itu sehubungan dengan pemberitaan salah satu TV swasta yang mempublikasikan kegiatan pembagian uang oleh Bupati Madina pada tanggal 26 Februari 2009 di gedung serbaguna Pemkab Madina dalam acara temu kader koperasi wanita se-Madina. Dimana pemberian uang tersebut dimaksudkan agar kader kopersi se-Madina mendukung caleg DPRI Dapil Sumut II dari Partai Golkar.
Jelas Sedarita, surat undangan itu berdasarkan pasal 11 ayat (2) huruf (c) Peraturan Bawaslu No. 04 tahun 2008 dan pasal 13 huruf (n) Peraturan KPU No. 31 tahun 2008 tentang kode etik penyelenggara pemilu yang menentukan Panwaslu menjamin kesempatan yang sama bagi setiap orang atau peserta pemilu yang dituduh menyampaikan pandangannya tentang kasus yang dituduhkan atau putusan yang dikenakan kepadanya.
Sementara itu Panwaslu telah meminta keterangan Kepala Dinas Koperasi, Yuspi Nazrad terkait dugaan money politik Bupati Madina di sekretariat Panwaslu dengan didampingi beberapa orang stafnya, Sabtu (4/4) sekira pukul 16.30 wib.
Sebelumnya Panwaslu telah melayangkan surat undangan yang pertama, meminta kepada Bupati Madina untuk memberikan klarifikasi pada Sabtu (4/4) pukul 14.00 Wib di sekretariat Panwaslu, namun sampai pukul 16.00 Wib yang bersangkutan tidak juga hadir. (rel)

Jumat, 03 April 2009

Masuki Masa Tenang, Panwaslu Ingatkan Parpol Tertibkan Atribut

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Masuki Masa Tenang, Panwaslu Ingatkan Parpol Tertibkan Atribut



Medan, ( )

Memasuki masa tenang berkampanye, Panwaslu Provinsi Sumatera Utara ingatkan seluruh pimpinan wilayah partai politik untuk tidak melaksanakan lagi kampanye dalam bentuk apapun dan membersihkan sendiri atribut kampanye masing-masing sebelum tahapan masa tenang.
“Kita ingatkan kepada seluruh peserta pemilu agar membersihkan atribut kampanye di kendaraan pribadi maupun umum, dan di jalanan”, ucap Ketua Panwaslu Ikhwaluddin Simatupang SH Mhum kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Jumat (3/4).
Hal itu bertujuan demi terlaksananya penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil berdasarkan hukum serta terhindar dari pelanggaran pidana pemilu, dan untuk itu dihimbau kepada pimpinan wilayah partai politik peserta pemilu di Sumatera Utara agar mematuhi ketentuan jadwal kampanye untuk tidak melaksanakan lagi kampanye dalam bentuk apapun ketika memasuki masa tenang.
Sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) dan (2) peraturan KPU No. 19 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota DPRD, DPD, dan DPRD, jelas Ikhwaluddin.
“Untuk itu Panwaslu telah melayangkan surat ke seluruh pimpinan wilayah partai politik peserta pemilu, ucap Ikhwaluddin.
Dalam surat tersebut dijelaskan, akibat hukum dari kesengajaan melakukan pelanggaran terhadap jadwal waktu pelaksanaan kampanye merupakan tindakan pidana pemilu, sebagaimana bunyi pasal 269 UU No. 10 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan pemilu anggota DPR,DPD dan DPRD. (rel)

Kamis, 02 April 2009

Diduga Fasilitasi Acara Debat Kandidat, Panwaslu Sumut sesalkan KPUD

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Diduga Fasilitasi Acara Debat Kandidat, Panwaslu Sumut sesalkan KPUD


Medan, ( )

Panwaslu Provinsi Sumatera Utara sangat menyesalkan KPUD Sumut memfasilitasi acara debat caleg DPRI yang digelar di Garuda Plaza Hotel Medan Rabu (1/4) kemarin. ”Kita melihat ada logo KPUD diacara itu dan diduga memfasilitasinya ”, ucap anggota Panwaslu Divisi Pelaporan, Drs Zakaria Taher MSP kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Kamis (2/4).
Menurut Zakaria, KPUD semestinya tidak terlibat secara langsung dalam acara debat kandidat tersebut. Apalagi caleg yang diundang terkesan caleg-caleg tertentu saja dan dalam bahasa komunikasinya secara tidak langsung menyatakan bahwa para caleg yang hadir, merekalah yang pantas duduk di kursi legislatif, tukasnya.
Untuk itu Panwaslu mempertanyakan kebenarannya, apakah KPUD terlibat langsung dalam acara debat kandidat itu, dan bila tidak terlibat, ada baiknya KPUD secepatnya mengklarifikasi indikasi tersebut, harap Zakaria.
Zakaria mempertanyakan, jika acara tersebut diselenggarakan bertujuan untuk pembelajaran berdemokrasi yang cerdas, mesti pihak panitia mengundang partai yang bersangkutan, bukan para calegnya dan tidak sebagian caleg saja. Sehingga tidak memunculkan pemikiran menyatakan bahwa caleg yang hadir dalam acara itu, merekalah yang pantas duduk di kursi legislatif.
Masih menurut Zakaria, dalam hal ini Panwaslu masih meragukan keterlibatan langsung KPUD dan tidak mungkin menyelenggarakan acara seperti itu, sebab tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya.
“KPUD tidak mungkin menyelenggarakan acara seperti itu, karena sampai saat ini KPU sangat direpotkan dengan beragam kegiatan tahapan pemilu dan semestinya pihak penyelenggara tidak mencantumkan logo KPU diacara tersebut, sesal Zakaria.
Sebagaimana diberitakan media massa para caleg yang hadir dalam acara debat kandidat tersebut diantaranya, Meutya Hafid (Golkar), Panda Nababan (PDIP), Hasrul Azwar (PPP), Nurdin Tampubolon (Hanura), Sutan Bhatoegana (Demokrat), Idris Lutfhi (PKS), Mulfachri Harahap (PAN), Rahmat Sorialam Harahap (Gerindra), dan Jisman Hutapea (Partai Buruh). (rel)

Selasa, 31 Maret 2009

Abaikan Peringatan Larangan Pemasangan Tanda Gambar Panwaslu Warning Publikasikan Parpol Bandel

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

Abaikan Peringatan Larangan Pemasangan Tanda Gambar
Panwaslu Warning Publikasikan Parpol Bandel

Medan, ( )
Peringatan Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Provinsi Sumatera Utara kepada Partai Politik (Parpol) yang mengabaikan kesepakatan bersama untuk tidak memasang tanda gambar peserta pemilu di jalan-jalan protokol sepertinya akan berbuntut panjang. Pasalnya Panwaslu memberikan warning akan mempublikasikannya ke media massa bagi para parpol yang masih membandel.
“Panwaslu sebelumnya telah mengigatkan namun masih saja ditemukan sejumlah parpol yang memasang tanda gambar dilokasi yang dilarang, maka konsekwensinya akan kita publikasikan ke media massa”, tegas Sedarita Ginting SH anggota Panwaslu Provinsi Sumatera Utara devisi Pengawasan kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Selasa (31/3).
Berdasarkan dari pengamatan dan pengawasan yang dilakukan rekan-rekan Panwas di Kabupaten/Kota, ternyata masih banyak ditemui peserta pemilu yang memasang tanda gambar partai atau caleg disejumlah ruas jalan protokol atau lokasi yang dilarang.
Untuk itu Panwaslu Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan surat edaran ke seluruh Panwas Kabupaten/Kota agar mempublikasikan ke media massa daftar parpol atau caleg yang masih membandel memasang tanda gambarnya dilokasi yang dilarang.
Panwaslu sendiri mencatat sebagian besar peserta pemilu melanggar kesepatan lokasi larangan pesangan tanda gambar tersebut. Dan ironisnya seakan para peserta pemilu saling berlomba atau rebutan lokasi-lokasi yang mereka anggap strategis. “Hari ini kita tertibkan tanda gambar salah satu parpol yang kita anggap telah melanggar dari lokasi yang telah ditentukan, namun anehnya keesokan hari telah dipasang oleh parpol atau caleg peserta pemilu yang lain”, ujar Sedarita.
Sikap Panwaslu yang akan mempublikasikan daftar parpol atau caleg yang tetap membandel memasang tanda gambar dilokasi yang dilarang, diharapkan akan menjadi saksi moral bagi masa pemilihnya. Sehingga diharapkan akan menjadi pertimbangan atau penilaian bagi masyarakat sebelum menjatuhkan pilihannya.
Panwaslu berkeyakinan melalui warning atau peringatan akan mempublikasikan daftar parpol yang masih membandel merupakan langkah-langkah yang santun dan elegan serta memberikan pencerdasan berpolitik yang baik.
Terhitung sampai dengan saat ini puluhan peserta pemilu yang telah kita beri peringatan secara tertulis untuk menertibkan tanda gambarnya dan sangat disayangkan hanya sebagian kecil saja yang menyikapinya secara positif. Bahkan sangat ironisnya malah salah satu parpol besar balik menggugat Panwaslu karena menertibkan tanda gambar parpol yang bersangkutan, sesal Sedarita. (rel)

Senin, 30 Maret 2009

Panwaslu Sumut Temukan DPT Bermasalah

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

Panwaslu Sumut Temukan DPT Bermasalah
“KPU Terancam Pidana”

Medan, ( )

Panwaslu Provinsi Sumatera Utara masih menemukan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang masih bermasalah atau ganda, bahkan berdasarkan analisa yang dilakukan Panwaslu di salah satu Kelurahan Kecamatan Medan Maimun ditemukan sedikitnya 60 pemilih yang terdaftar di dua TPS yang berbeda.
“Berdasarkan dari hasil analisa (DPT) yang dilakukan Panwaslu Provinsi Sumatera Utara ditemukan di Kelurahan Sukaraja Kecamatan Medan Maimun”, dijelaskan anggota Panwaslu Divisi Pelaporan Drs Zakaria Taher MSP kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Senin (30/3).
Lebih lanjut dijelaskan, berdasarkan DPT ditemukan sedikitnya lebih dari 20 persen sejumlah nama, tanggal lahir, alamat yang sama terdaftar di TPS II, namun juga terdaftar di TPS IX, sebut saja antara lain, Silvester Lase, Herlina, Eddy Polo, dan ratusan nama lainnya.
“Kita menilai bahwa ratusan nama pemilih yang terdaftar di dua TPS yang berbeda tersebut bukan suatu bentuk kelalaian, namun dapat diindikasikan bahwa KPU kurangnya tajam dalam melakukan falidasi DPT”, tukas Zakaria.
Menurut Zakaria, bagaimana mungkin adanya kesalahan dalam jumlah yang cukup besar dan dalam hal ini jelas menjadi tanggung jawabnya KPU Medan. “Ini merupakan tindakan pidana pemilu”, tegasnya.
Sebab cukup jelas telah melanggar pasal 288 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, bahwa bagi setiap yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara peserta pemilu menjadi berkurang, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 bulan dan denda paling sedikit Rp. 12 juta dan paling banyak Rp. 36 juta.
Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Ikhwaluddin Simatupang SH, MHum, menghimbau kepada masyarakat yang terdaftar di dua TPS yang berbeda untuk tidak mempergunakan hak pilihnya, karena bila didapati maka yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi pidana pemilu. “Tidak dibenarkan masyarakat menggunakan hak pilihnya sebanyak dua kali di dua TPS yang berbeda”, jelasnya.
Hal itu sangat penting disampaikan kepada masyarakat sebagai bentuk pembelajaran politik yang cerdas, baik dan benar, sebab telah melanggar pasal 290 UU No. 10 Tahun 2008 tentang pemilu.
Dalam pasal itu dijelaskan, setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 18 bulan dan denda paling sedikit Rp. 6 juta dan paling banyak Rp. 18 juta.
Ditambahkan Ikhwaluddin, kasus temuan indikasi upaya penggelembungan suara yang ada di Kelurahan Sukaraja tersebut, bukan tidak mungkin juga ditemukan di sejumlah TPS Kabupaten/Kota lainnya. Untuk Kota Medan, daerah yang rawan akan terjadinya indikasi penggelembungan suara besar kemungkinan terjadi di Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang, sebut saja Kecamatan Medan Marelan, Helvetia dan Kecamatan Percut, bebernya.
Untuk itu diminta kepada Panwas yang ada diseluruh Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara untuk melakukan kros-cek DPT, dan kepada KPU agar secepatnya membagi-bagikan formulir C4 untuk meliminir terjajdinya pemilih ganda, tegas Ikhwaluddin. (rel)

Senin, 23 Maret 2009

Panwaslu Sumut Warning KPU Eliminir Permasalahan DPT

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

Panwaslu Sumut Warning KPU
Eliminir Permasalahan DPT

Medan,

Persolan akurasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) kini bagaikan bola salju yang terus menggelinding dan untuk itu Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Provinsi Sumatera Utara mendesak KPU agar sesegera mungkin menyebar luaskan formulir model C4 atau Surat Pemberitahuan Waktu dan Tempat Pemungutan Suara.
Hal itu ditegaskan Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Ikhwaluddin Simatupang SH, Mhum kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Senin (23/3).
“KPU diminta sesegera mungkin menyebar luaskan formulir C4, sehingga permasalahan DPT dapat dieliminir dan sedini mungkin dapat diketahui masyarakat yang belum terdaftar sebagai pemilih”, jelasnya.
Lanjutnya, meski berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 03 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara pasal 15 disebutkan Ketua KPPS sudah harus menyampaikan surat pemberitahuan untuk memberikan suara di TPS kepada pemilih di wilayah kerjanya selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara dengan menggunakan formulir model C4.
Namun melihat kondisi yang terjadi saat ini seperti halnya konflik di sejumlah pemilihan kepala daerah dikarenakan persoalan akurasi DPT, sehingga sangat dituntut kepada KPU agar sesegera mungkin menyebarluaskan fomulir model C4 tersebut, tukas Ikhwaluddin.
Dalam pasal itu jelas disebutkan bagi pemilih yang belum menerima formulir C4 sampai batas waktu yang dimaksud (pasal 15 red) atau selambat-lambatnya 24 jam sebelum tanggal pemungutan suara dapat menunjukkan KTP atau identitas lain yang sah. Dengan demikian diharapkan Pemerintah Kabupaten/Kota merealisasikan pembuatan KTP cepat, untuk dapat menggeliminir terjadinya pemilih ganda, di mana petugas KPPS dapat mengkroscek sesuai dengan formilir C4 yang diterima pemilih, beber Ikhwaluddin.
Dijelaskan, ada beberapa kemungkinan permasalahan yang cukup mendasar dalam tahapan DPT, dimulai dari proses DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) dimana berdasarkan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) sebagai sumber pemutakhiran Daftar Pemilih tidak pernah dilakukan penghapusan data pemilih yang telah meninggal, penghapusan data pemilih yang telah menjadi anggota TNI/Polri, pengahapusan orang/penduduk yang telah pindah tempat tinggal, apalagi di kota-kota besar banyak ditemui rumah kontrakan, bahkan khusus di Kota Medan, banyak sekali penduduk yang mengurus KTP hanya untuk syarat administrasi pengurusan SIM, dan Pasport.
Ironisnya ketika dilakukan pemutakhiran oleh KPU Kabupaten/Kota tidak berani menghapus hal-hal di atas. Sehingga tidak mengherankan ketika pengumuman DPS ada penduduk yang menyatakan tidak terdaftar sebagai pemilih dan langsung dicatat oleh petugas pemutakhiran data pemilih, tanpa melihat DPS, sehingga memungkinan nama double.
“Dengan kroscek KTP dan DPT, maka surat pemberitahuan untuk memilih kecil sekali peluangnya disalahgunakan”, ujarnya.
Masih menurut Ikhwaluddin, sebenarnya ada beberapa alternative dalam mengatasi persoalan akurasi DPT, seperti halnya dengan membuat surat kesepahaman bersama bagi seluruh peserta pemilu untuk tidak mempersoalkan DPT sebelum tahapan pemilihan berakhir.
“Persoalan akurasi DPT itu harus sesegera mungkin dicari jalan keluarnya, sehingga tidak berlarut-larut dan dikuatirkan akan menjadi sumber pemicuh terjadinya rawanan konflik yang selama ini dikuatirkan banyak pihak, bahkan Panwaslu jauh-jauh hari telah mengingatkan KPU soal DPT, tukasnya. (rel)

Jumat, 20 Maret 2009

Diduga Lakukan Pidana Pemilu, Istri Bupati Nias Dilaporkan

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

Diduga Lakukan Pidana Pemilu, Istri Bupati Nias Dilaporkan


Medan ( )

Komitmen Panita Pengawasan Pemilu (Panwaslu) dalam melakukan pengawasan setiap tahapan Pemilu sepertinya tidak main-main lagi. Terbukti dengan dilaporkannya Istri Bupati Nias Ny. Leni B. Bahea yang ditengarai telah melakukan tindak pidana Pemilu ke Malpores Nias dengan tanda bukti laporan No. Pol.TTL/01/III/2009/Gakkumdu Rabu kemarin (18 /3).
Ny. Leni yang merupakan Ketua TP-PKK Kabupaten dilaporkan telah melakukan tindak pidana pemilu, dimana perbuatan itu dilakukan ketika memberikan bimbingan pada kegiatan TP –PKK di Desa Lasara Bahili pada hari Rabu (11/3).
Dalam acara tersebut terlapor menyempatkan diri menyinggung cara mencontreng dalam pelaksanaan pemilu dengan memperlihatkan contoh kertas surat suara pemilu, dan selanjutnya pada saat bersamaan juga memperkenalkan calon anggota DPD-RI Rudolf Pardede serta memperkenalkan tiga orang caleg DPRD Kabupaten Nias dari Partai Pelopor untuk Dapil I yang turut hadir dalam pertemuan itu yakni masing-masing, Murbawati Larosa, Esther Elisabert Politon dan ibu ina Waike Daeli.
Anggota Panwaslu Provinsi Sumatera Utara bidang Pelaporan Sedarita Ginting SH menegaskan bahwa dengan diporkanya Ny. Leni merupakan bukti keseriusan dan komitmen tugas-tugas Panwaslu di Kabupaten/Kota, ucapnya kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Jumat (20/3).
Dijelaskan, bahwa berasarkan alat bukti yakni berupa rekaman video acara tesebut, keterangan tertulis Kepala Desa Lasara Bahili dan keterangan Pelapor, dimana perbuatan yang telah dialukukan terlapor telah memenuhi unsur-unsur pidana pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Sebelumnya Panwaslu Kabupaten Nias telah memanggil terlapor untuk diminta keterangannya sebagaimana prosedur tetap yang berlaku, setelah akhirnya perbuatan terlapor dilaporkan ke Mapolres Nias, beber Sedarita.
Lebih lanjut Sedarita berpendapat, semestinya dalam kasus tersebut pihak Gakkumdu juga melaporkan dan memeriksa ketiga caleg yang turut hadir dalam acara tersebut.
Katanya, Panwaslu akan terus melakukan pengawasan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan para peserta pemilu disetiap tahapan, baik itu melibatkan pimpinan kepala daerah setempat, bahkan sebelumnya Panwaslu memprediksikan sedikitnya terdapat delapan Kabupaten/Kota rawan akan terjadinya konflik (rel)

7 Kabupaten/Kota Terindikasi Rawan Konflik

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

Panwaslu : 7 Kabupaten/Kota Terindikasi Rawan Konflik

Medan ( )

Panita Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Provinsi Sumatera Utara mempetakan sedikitnya tujuh Kabupaten/Kota antara lain, Tapteng, Madina, Asahan, Nias, Tanjung Balai, Labuhan Batu dan Binjai terindikasi merupakan titik rawan terjadinya konflik dalam pelaksanaan Pemilihan umum (Pemilu) dan Pemilihan Preseiden (Pilpres).
Hal itu dikatakan Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, Ikhwaluddin Simatupang SH Mhum didampingi Kabag Humas Maizen Saftana SH kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Selasa (17/3).
Pesta demokrasi baru saja dimulai, kini hampir seluruh pesrta pemilu baik itu Parpol dan caleg disibukan berkampanye, namun disisi lain Panwaslu mengindikasikan terdapat beberapa Kabupaten/Kota merupakan titik rawan terjadinya konflik, antara lain, Tapteng, Madina, Asahan, Nias, Tanjung Balai, Labuhan Batu dan Binjai.
Alasannya kata Ikhwaluddin, sejumlah daerah tersebut kepala daerahnya dikatehui merupakan pimpinan salah satu Parpol yang merupakan indikatornya, sehingga sangat dipertanyakan netralitasnya.
“ Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi nuansa kepentingan kepala daerah sangat kental untuk memenangkan partai politik yang dipimpinannya”, ujar Ikhwaluddin.
Sebut Ikhwaluddin seperti halnya yang terjadi di Tapteng, sebagaimana pemberitaan salah satu media massa memberitakan bahwa salah satu Parpol mengecat bangunan milik pemerintah seperti sekolah SD, SMP dan SMA, perkantoran dan jembatan sesuai warna salah satu Perpol. Dan ironisnya lagi pembiayaannya memakai dana APBD.
Belajar dari sejarah birokrasi di Indonesia menunjukkan, PNS selalu merupakan obyek politik dari kekuatan Parpol dan aktor politik. Jumlahnya yang signifikan dan fungsinya yang strategis dalam menggerakkan anggaran keuangan negara selalu menjadi incaran tiap parpol untuk menguasai dan memanfaatkan PNS dalam aktivitas politik
. Bagi parpol, keterlibatan PNS akan amat membantu dan mempermudah pelaksanaan kampanye yang sering terjadi melalui pemanfaatan fasilitas negara (mobil, gedung, dan kewenangan) secara diskriminatif, yang menguntungkan salah satu parpol. Selain itu, di pelosok pedesaan yang mayoritas penduduknya tidak terdidik, figur dan pilihan PNS akan menjadi referensi bagi pilihan masyarakat.
Pertukaran ekonomi politik antara partai/aktor politik (caleg) dan PNS dalam Pemilu tidak saja menguntungkan sisi politik dan kabarnya juga bagi PNS sendiri.
Dijelaskan Ikhwaluddin, sebenaranya UU No 43/1999 pasal 3 cukup jelas mengatur netralitas PNS dimana disebutkan Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan; selanjutnya Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Namun sangat disayangkan seakan sudah bukan menjadi rahasia umum lagi dalam praktiknya kerap terjadi beberapa penggaran yang dilakukan PNS dan pejabat pemerintahan dalam pemilu. Pertama, penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki, antara lain menerbitkan aturan yang mewajibkan kampanye kepada bawahan, pengumpulan dana bagi parpol tertentu, pemberian izin usaha disertai tuntutan dukungan kepada parpol/caleg tertentu, penggunaan bantuan pemerintah untuk kampanye, mengubah biaya perjalanan dinas, dan memaksa bawahan membiayai kampanye parpol/caleg dar ianggaran negara.
Kedua, penggunaan fasilitas negara secara langsung, misalnya penggunaan kendaraan dinas, rumah dinas, serta kantor pemerintah dan kelengkapannya
.Ketiga, pemberian dukungan lain, seperti bantuan sumbangan, kampanye terselubung, memasang atribut parpol/caleg di kantor, memakai atribut parpol/caleg, menghadiri kegiatan kampanye dengan menggunakan pakaian dinas dan kelengkapannya, serta pembiaran atas pelanggaran kampanye dengan menggunakan fasilitas negara dan perlakuan tidak adil/diskriminatif atas penggunaan fasilitas negara kepada parpol/caleg.
Larangan penggunaan fasilitas pemerintah ini juga diatur dalam Pasal 84 Ayat 1 Huruf h Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pasal 41 Ayat 1 Huruf h Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu, beber Ikhwaluddin.
Masih menurut Ikhwaluddin, berdasarkan pemikiran diatas Panwaslu Provisnisi Sumatera Utara telah menyurati Panwas Kabupaten Tapanuli Tengah untuk menginventarisir dugaan pelanggaran yang diindikasikan dilakukan pejabat kepala daerahnya, juga bagi Panwas Kabupaten/Kota secara keseluruhan, jelasnya mengakhiri. (rel)

18 Parpol Diskualifikasi

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

Soal Dana Kampanye
Panwaslu : Rekomendasi 18 Parpol Diskualifikasi


Medan ( )

Sedikitnya 18 Partai Politik yang berada disejumlah Kabupaten/Kota dipastikan bakal diskualifikasi atau dicoret sebagai peserta Pemilu, dikarenakan sampai batas akhir waktu yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum juga menyerahkan laporan dana rekening kampanyenya.
Ke 18 Partai Politik tersebut antara lain, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Patriot, Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), Partai Buruh, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBKI), Partai Serikat Indonesia (PSI), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Indonesia Baru (PPIB), Partai Persatuan Nahdlatul Umah Indonesia (PPNUI), Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI), Partai Persatuan Pembangunan (P3), Partai Kedaulatan (PK), Partai Matahari Bangsa (PMB), Partai PNI Marhenisme dan Partai Republikan
Untuk itu Panwaslu Provinsi Sumatera Utara mendesak KPU Kabupaten/Kota agar sesegera mungkin mendiskualifikasi ke 18 Parpol itu keikutsertaannya sebagai peserta Pemilu. Demikian ditegaskan Ketua Panwaslu, Ikhwaluddin Simatupang SH M.Hum didampingi anggota bidang Divisi Pengawasan Drs Zakaria Taher MSP, Sedarita Ginting SH, Kabag Humas Maizen Saftana SH dan Kabag Hukum dan Tata Laksana Hasan Lumban Raja SH kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26, Senin (16/3).
Dijelaskan, sikap tersebut dilakukan sebagaimana telah diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008 pasal 138 ayat (1) menyebutkan, dalam hal pengurus Partai Politik peserta Pemilu tingkat pusat, tingkat provinsi dan tingkat Kabupaten.Kota tidak menyampaikan laporan awal dana kampanye kepada KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam paal 134 ayat (1), maka Partai Politik yang bersangkutan dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai peserta Pemilu pada wilayah yang bersangkutan.
“Kita minta ketegasan KPU Kabupaten/Kota agar menempuh langkah-langkah yang telah diatur sasuai UU No. 10 Tahun 2008, tanpa teloransi hanya dikarenakan pimpinan Parpol tersebut merupakan kepala daerah”, tegas Ikhwaluddin.
Lebih lanjut dikatakan, sebagai bentuk konsekwensinya Panwaslu Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh Panwaslu Kabupten/Kota untuk melaksanakan pengawasan terhadap pengenaan sanksi oleh KPU Kabupaten/Kota bagi peserta Pemilu yang tidak melaporkan rekening khusus dan laporan awal dana kampanye sesuai undang-undang yang dimaksud.
Ikhwaluddin kembali menegaskan, diharapkan KPU Kabupaten/Kota tidak main-main soal laporan dana khusus dan dana awal kampanye. Bila masih didapati Parpol yang tidak melaporkan dana awal kampanyenya masih diikutsertakan sebagai peserta Pemilu, maka akan segera melaporkannya ke KPU Pusat di Jakarta, tukasnya. (rel)
Berikut Data Selengkapnya yang Berhasil dihimpun Panwaslu Berdasarkan Laporan Panwas Kabupetn/Kota.

Partai Politik Kabupaten/Kota Ket
PDI-P
PAN
PKB
PSI
PNBKI
PARTAI BURUH
PPDI
PKPI
PPNUI
P3
PMB
PK
PNI Marhenisme
PARTAI PATRIOT
PBB
PDP
REPUBLIKAN
PPIB SAMOSIR
SAMOSIR
SAMOSIR
SAMOSIR/DAIRI
SAMOSIR/P.LAWAS
SAMOSIR
MEDAN/HUMBAHAS
HUMBAHAS
DS/LANGKAT
DAIRI
DAIRI
DAIRI
DAIRI
MADINA
MADINA
P.LAWAS
TAPUT
SAMOSIR -
-
-
-
-
-
Tidak ada caleg
-
-
Diserahkan 10 Maret 2009
Diserahkan 10 Maret 2009
Diserahkan 10 Maret 2009
Diserahkan 10 Maret 2009
-
-
-
-
-

Peran Media Massa Mensukseskan Pemilu

Strategi Pengawasan Pemilu di Sumatera Utara
Membangun Kemitraan dengan Media


Oleh :
Ihkwaluddin Simatupang SH,M.Hum
Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Letak geografis Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan daerah Provinsi Aceh,Riau dan Sumatera Barat, serta budaya masyarakatnya yang heterogen untuk itu diperlukan strategi yang tepat dalam melakukan pengawasan Pemilihan Umum ( Pemilu) yang tinggal dalam hitungan hari.

Tidak dapat dipungkiri bahwa media massa memiliki peran yang cukup besar dalam mensukseskan Pemilu. Bahkan peran media massa tidak hanya sebatas memberikan informasi, akan tetapi juga berperan sebagai pengawas mulai dari tahapan Pemilu berlangsung sampai pada akhir pelaksanaan pesta demokrasi berlangsung.

Sesuai fungsinya media massa mempunyai berbagai macam peran antara lain :
1. Sebagai sumber informasi, baik itu tentang peristiwa yang terjadi, gagasan
atau pikiran orang lain.
2. Sebagai sarana pendidikan melalui pemberitaannya dengan memberikan pencerahan, mencerdaskan dan meluaskan wawasan bagi pembacanya, pendengar atau pemirsanya. Baik itu dalam konteks politik sehingga dapat memberikan pendidikan berpolitik kepada masyarakat tentang hak dan kewajibannya kepada negara.
3. Berfungsi sebagai alat sosial kontrol, bukan saja terhadap penguasa, pemerintah, parlemen, institusi pengadilan, militer, dan aparat penegakhukum lainnya. Akan tetapi juga berbagai hal yang terjadi diktengah masyarakat itu sendiri.
4. Sebagai sarana hiburan, seperti hal-hal yang bersifat menghibur, antara lain berita seputar selebritis,dan cerita bersambung.

Berangkat dari berbagai macam fungsi media massa tersebut, kiranya media massa tidak hanya sebatas memberikan informasi , akan tetapi juga berfungsi sebagai pengawas, khususnya dalam penyelenggaraan Pemilu.

Dalam perjalanannya mengawal pesta demokrasi di negeri Indonesia tercinta ini, media massa dalam pemberitaaannya memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik,karena melalui media peserta Pemilu dapat menyampaikan visi, misi, maupun cara pandang kepada masyarakat dan merupakan sarana komunikasi politik bagi partai poltik, calon anggota legislatif, maupun calon presiden dan wakil presiden.

Terbukti tidak sedikit partai politik, celeg, dan Capres memamfaatkan media massa untuk menyampaikan visi dan misinya. Bahkan diantara mereka saling mengklaim bahwa kerbahasilan yang sudah dilakukan pemerintah saat ini, sebut saja seperti pemberantasan korupsi, penurunan harga BBM, dan peningkatan untuk anggaran pendidikan merupakan hasil kerja partai politik yang sedang berkampanye.

Begitu pula KPU sebagai lembaga yang telah ditunjuk pemerintah sebagai penyelenggara Pemilu memamfaatkan media massa untuk mensosialisasikan peraturan dan tata laksana tahapan-tahapan dalam Pemilu.


Perlu Keseimbangan Iklan Poltik dan Pengawasan Jurnalistik


Mampuhkan media massa netral 100 persen dalam pengwasan Pemilu ?, tentunya hal itu menjadi pertanyaan kita semua.

Menjelang pelaksanaan Pemilu 2009 bayang-bayang persetongkolan antara peserta Pemilu dengan media massa sepertinya harus sama kita waspadai, karena dari disisi bisnis media massa juga dituntut untuk meningkatkan pemasukan bagi perusahaannya, sementara disisi lain sebagai fungsinya media massa juga dituntut independensi dalam pemberintannya.

Lihat saja fenomena yang terjadi saat ini, sejumlah media massa seakan kebanjiran berita-berita politik. Media massa baik itu elektronik dan cetak saling berlomba mencari dan menyajikan pemberitaan yang berkaitan dengan Pemilu.

Para elit politik sadar bahwa memamnfaatkan pers merupakan media yang efektif, dikarenakan sistem floting massa yang masih berlaku, selain itu ketatnya aturan menggunakan alat peraga juga menjadi perhitungan. Sebab kenyataanya tidak sedikit alat peraga yang sudah diturunkan yang diangap menyalai aturan oleh Panwaslu.

Maka dari itu menjelang pelaksanaan Pemilu para Parpol dan Celeg lebih memilih memamfaatkan pers, karena aturan untuk itu dipandang masih longgar, selain itu efektivitasnya atau daya jangkau akan lebih mempermuda mencapai terget yang diharapkan, selanjutnya disisi lain pers berperan sebagai mata dan telinganya masyarakat.

Kini yang menjadi pertanyaan, apakah pemberitaan politik yang berkembang saat ini sudah sesuai dengan hak-hak publik sebagai pemegang kedaulatan atas kemerdekaan pers.
Sedangkan kenyataannya pemberitaan tentang Pemilu yang muncul tidak jahu dari prespektif Parpol, sehingga kedaulatan pers terkesan telah terbelengu hegomoni Parpol. Lihat saja isu-isu yang dikembangkan pers, cenderung berasal dari permainan elit Parpol, kurang melakukan kritisi berdasarkan fakta-fakta rekam jejak Parpol atau celeg bersangkutan secara faktual. Dan sudah selayaknya publik sebagai pemegang hak kedaulatan pers diberikan porsi yang seimbang.

Dalam pemberitaan Pemilu sudah selayaknya pers mengeksplorasi secara mendalam hal-hal yang berkembang ditengah masyarakat dalam berbagai perspektif, seperti kalangan perguruan tinggi, LSM, Ormas/OKP, birokrasi sipil/militer dan penyelenggara pemilu yakni KPU dan Panwaslu. Pers dalam hal ini harus awas dan peka dalam memberitakannya dengan tetap berpedoman pada 5w+1H (What,Where,When,Who,Why dan How).

Setidak ada empat unsur yang dapat mempengaruhi agar sebuah pemberitaan itu layak untuk dipublikasikan yakni :

1. Berita itu harus Faktual atau nyata.
Data dan informasi yang disajikan terdiri dari kejadian senyatanya (real event), berupa pendapat (opini), pernyataan (Statement) saksi orang yang terlibat atau sumber berita. Dan jangan sekali-kali mengubah fakta untuk memuaskan hati seseorang atau golongan.

2. Berita yang disajikan harus Aktual atau cepat.
Informasi yang disajikan dapat langsung dinikmati masyarakat sesuai atau mendekati real time atau waktu yang sesungguhnya dimana ketika kejadian berlangsung.

3. Berita yang disajikan harus Publish atau yang menyangkut mengenai kepentingan oranjg banyak


4. Berita yang disajikan harus menarik.
Kemampuan jurnalis sangat dituntut menyajikan berita yang menarik baik dalam betuk teknik penulisan, istilah-istilah dalam penulisan, bahasa yang digunakan lugas dll, sehingga menimbulkan human interest.


Mungkin kini sudah saatnya pers dikatakan sebagai The Fourth Estate, pilar keempat demokrasi yang mana pers ditempatkan dalam kerangka idealisasi penguatan fungsi dan kontrol atas kebijakan publik, atau lebih tepatnya pers ditempatkan sebagai public watchdog yang berperan sebagai mengawasi dan mengontrol apa yang terjadi ditengah-tengah publik.
Sebab secara kritis pers harus berani menolak pemberitaan yang sifatnya hanya mengutungkan kepentingan individu atau kelompok tertentu. Sebab peran pers bukan sekedar memenuhi hak-hak masyarakat untuk mendapatkan informasi, melainkan sebagai kontrol sosial, mencegah penyalagunaan kekuasaan, menegakkan nilai-nilai demokrasi, mendorong terwujudnya supermasi hukum, hak asasi manusia dan menghormati kemajemukan atau kebinekaan.

Tentunya tidak ada kata mustahil bagi pers dalam menyajikan berita yang objektif untuk sebuah peliputan Pemilu, karena setiap pers telah terikat oleh UU Pers No. 40 Tahun 1999, serta kode etik Wartawan Indonesia yang mengharuskan pers bekerja secara propesional dan independensi.

Selain itu yang perlu dicermati bagi pera jurnalis, bahwa pasal 99 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu telah lengkap mengatur tentang peran dan batasan media massa dalam Pemilu. Bagian keenam mengenai pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye, pasal 89 dan 97 mengatur secara detil mengenai peran media dalam pemilu. Kesemuanya telah diatur dengan jelas tentang pembagian waktu, jenis pemberitaan dan iklan kampanye untuk menjaga keadilan pemberitaan.




Profesional dan indepedensi Pers Sangat Dituntut


Mengapa propesioanl dan indepedensi pers sangat dituntut dalam pemberitaan Pemilu. Jawabnya karena pers adalah seorang pekerja intelektual, dia harus mampu mengungkap atau mengimformasikan suatu masalah secara lengkap tanpa harus melanggar delik pers. Maka propesi ini membutuhkan wawasan dan pengetahuan yang luas dan propesional.

Sedangkan indepedensi pers bertujuan untuk menghindari benturan kepentingan pada Pemilu dengan tetap mengkedepankan prinsip kode etik jurnalis dan bertangung jawab terhadap hasil liputannya. Karena sesungguhnya peluang sekaligus tantangan menjadi ajang ujian dan sekaligus menjadi tonggak sejarah bagi pers untuk menunjukan bahwa kebebasan bukanlah tujuan, namun sekedar sebagai jalan untuk semakin mampu memaksimalkan peran dan fungsi pers.

Kamis, 26 Februari 2009

MOU Gakumdu Berlaku Untuk Seluruh Kabupaten/Kota

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara
Dari Kunjungan Kapoldasu ke Panwaslu
MOU Gakumdu Berlaku Untuk Seluruh Kabupaten/Kota

Medan ( )

Kapolda Sumatera Utara Brigjen Pol Badrodin Haiti kembali menegaskan bahwa MOU Gakumdu antara Bawaslu dengan Polri yang ditanda tangani beberapa waktu lalu di Jakarata telah dapat diberlakukan di seluruh Kabupaten/Kota tanpa harus membuat MOU yang baru lagi dengan Polres setempat.
“MOU antara Bawaslu dengan Polri yang telah ditanda tangani di Jakarta kemarin dapat diberlakukan sampai ditingkat Panwaslu Kabupaten/Kota, tanpa harus membuat MOU yang baru lagi dengan Polres setempat”, ucap Kapoldasu Brigjen Badrodin Haiti ketika berkunjung di Sekretariat Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Jalan Kartini No. 26 Medan, Kamis (26/2).
Kehadiran Kapoldasu disambut langsung Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, Ikhwaluddin Simatupang SH, M.Hum dan anggota Drs. Zakaria Taher, Sedarita Ginting SH, serta Kepala Sekretariat Raja Sahnan S.Sos, Kabag Humas Maizen Saftana SH, Kabag Hukum Hasan Lumban Raja SH, Kabag Umum Novi Chandra S.Sos
Dijelaskan Kapoldasu, bahwa MOU Gakumdu yang telah ditanda tangani tersebut penerapannya berlaku untuk seluruh Indonesia, sehingga Panwaslu yang ada ditingkat Provinsi dan baik itu Kabupaten/Kota tidak harus menandatangi MOU yang baru lagi, tegasnya.
Dalam kesempatan itu Kapoldasu Brigjen Pol Badrodin Haiti juga menyarankan agar dalam waktu dekat ini sebelum pelaksanaan Pemilu mendatang para pimpinan Partai Politik di Sumatera Utara membentuk sebuah Forum Pimpinan Partai (FPP) bersama dengan Muspida, KPU dan Panwaslu.
Tujuannya dengan adanya keberadaan Forum tersebut diharapkan segala permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan Pemilu dapat dirembukan untuk mencari solusi yang terbaik, sehingga permasalahaanya tidak meluas yang akhirnya dapat mengganggu stabilitas keamanan di Sumatera Utara. Sedangkan pelanggaran yang bersifat pidana diserahkan ke Gakumdu.
“Seluruh pimpinan Parpol bersama Muspida, KPU dan Panwaslu dapat duduk satu meja untuk mencari jalan keluar setiap permasalahan yang muncul”, jelas Kapoldasu mengulang.
Sementara itu Ikhwaluddin menjelaskan bahwa sampai saat ini ada beberapa kasus pelanggaran pemilu yang berkas perkaranya telah dilimpahka ke Gakumdu, seperti halnya kasus pelanggaran sosialisasi pemilihan di Kabupaten Padang Lawas, dan Kota Medan.
Hal senada juga dikatakan anggota Panwaslu Sedarita Ginting SH, mengharapakan kepada seluruh elemen yang terkait dalam Gakumdu agar lebih itens menggelar pertemuan dalam setiap kesempatan, sehingga lebih mempertajam lagi pembahasan hal-hal yang terkait dengan pelanggaran pemilu. (rel)

Senin, 16 Februari 2009

Soal Caleg Keluarga Pejabat Negara

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Soal Caleg Keluarga Pejabat Negara
Panwaslu : “Jangan Gunakan Fasilitas Negara”

Medan, ( )

Panwaslu Sumatera Utara ingatkan kepada caleg yang memiliki latar belakang keluarga atau kerabat pejabat negara diharapkan untuk tidak mempergunakan fasilatas negara, rumah ibadah dan gedung pendidikan.
Hal itu ditegaskan anggota Panwaslu Sumatera Utara, Drs. Zakaria Taher kepada sejumlah media massa usai menggelar rapat kerja koordinasi Panwaslu Provinsi Sumatera Utara dengan Panwas Kabupaten Asahan di sekretariat Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, Senin (16/2).
Rapat kerja koordinasi tersebut digelar guna mendengar penjelasan kasus dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Hj. Helmiati Risuddin caleg DPRD Provinsi Sumatera Utara dari Partai Golakar yang juga diketahui istri Bupati Kabupaten Asahan.
Hadir dalam rapat kerja koordinasi itu, Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, Ikhwaluddin Simatupang, SH, M.Hum, anggota Drs. Zakaria Taher MSP, Sedarita Ginting SH, Kabag Humas Maizen Saftana SH, Kabag. Hukum Hasan Tua Lumban Raja SH dan Ketua serta anggota Panwaslu Kabupaten Asahan masing-masing, Husaini Abduh Sag dan Muhammad Rito.
Masih menurut Zakaria, dalam melihat permasalahan tersebut diharapkan kepada anggota Panwaslu dalam melakukan pengawasan melihat harusnya sebagai caleg bukan sebaliknya sebagai keluarga atau kerabat seorang pejabat negara, tegasnya.
“Panwaslu harus melihatnya dari sudut pandang sebagai seorang caleg agar pengawasan dapat berjalan dengan baik, sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi perbedaan pandangan dalam melihat kasus yang sama”, ujarnya mengulang.
Dalam kesempatan itu Ketua Panwaslu Kabupaten Asahan Husaini Abduh menjelaskan, bahwa untuk kasus pemasangan alat peraga yang dilakukan Hj. Helmiati di halaman sekolah SMP swasta di Kecamatan Mutu Paneh telah melimpahkan ke Polres Asahan.
Sementara itu berdasarkan dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pihak Kepolisian, bahwa tidak cukup bukti untuk ditindaklanjuti perkaranya.
Sedangkan untuk kasus dugaan ajakan berkampanye yang dilakukan Ketua Darma Wanita Kabupaten Asahan Hj. Helmiyati Risuddin pada acara Kunjungan Kerja ke Unit Darma Wanita RSUD H. Abdul Manan Simatupang Kisaran telah memanggil yang bersangkutan untuk diminta klarifikasinya.
Pada acara kunjungan kerja tersebut Hj. Helmiyati memperkenalkan sebagai salah seorang caleg dan memberikan piagam penghargaan kepada Suria

Sabtu, 07 Februari 2009

Pohon Berdaun Caleg

Pohon Berdaun Caleg

Oleh : Maizen Saftana SH
Kabag. Humas Panwaslu Sumut


Andai saja mahluk Tuhan yang namanya pohon saat ini dapat bicara tentunya akan berteriak minta tolong merasakan sakitnya tubuh mereka ketika dipaku dijadikan tempat bergantunganya tanda gambar para Calon Legislative (Caleg), mulai dari tanda gambar caleg DPD, DPRD SU sampai DPRD Kota Medan dan pasangan Pilpers serta Pilkada.
Ketika Daftar Calon Tetap (DCT) diumukan KPU Sumut maka seiring itu pula bagaikan lampu hijau para caleg berlompa-lomba memasang tanda gambarnya hampir disetiap batang pohon yang berdiri kokoh diruas jalan Kota Medan.
Bahkan tidak jarang ditemukan satu batang pohon terdapat tiga bahkan sampai lima tanda gambar celeg bergantungan dibatang pohon bagaikan daun bagian dari pohon tersebut.
Keputusan para caleg memasangan tanda gambar dalam satu batang pohon yang sama tentunya berpikiran batang pohon itu berdiri pada posisi yang straegis sehingga menjadi pusat perhatian dari berbagai arah setiap orang yang melihatnya.
Menjelang pemilu berlangsung setiap batang pohon kini bagaikan prima dona media promosi yang laku keras dan gratis. Bayangkan saja jika para celeg itu menggunakan media promosi yang disewakan atau avertesing, tentunya harus merogo koceknya yang tidak sedikit jumlahnya.
Para caleg sepertinya mempunyai strategi sendiri untuk pengeluaran anggaran sosialisasi pencitraan dirinya dan mungkin dengan memanfaatkan media batang pohon disepanjang ruas jalan yang ada di Kota Medan merupakan bagian dari strategi mereka dalam meliminir anggaran yang harus dikeluarkan.
Sayangnya para caleg itu lalai memperhatikan peraturan yang sudah ditentukan KPU Nomor 19 Tahun 2008 tetang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2008 pemasangan alat peraga oleh pelaksana kampaye, harus mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan Peraturan daerah setempat.
Selanjutnya alat peraga tidak ditempatkan pada tempat rumah ibadah seperti masjid, gereja, vihara, dan pura, atau tempat-tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung sekolah), jalan-jalan protokol dan jalan bebas hambatan.
Kemudian pemasangan alat peraga kampanye pemilu harus berjarak dari alat peraga peserta pemilu lainnya.Namun kenyataannya tidak jarang kita dapati satu batang pohon terdapat dua bahkan sampai tiga gambar para caleg.
Terlepas dari motifasi para caleg itu memanfatkan media batang pohon untuk berkampanye memasang alat peraganya. Namun sama kita ketahui bersama sebagai umat yang beragama bahwa pohon merupakan mahluk hidup sama seperti ciptaan Tuhan yang lain, mempunyai rasa untuk kelangsungan hidupnya.
Pohon seperti halnya juga memerlukan air, pupuk untuk dapat tumbuh subur. Bahkan seorang mantan kepala Dinas Pertamanan Kota Medan pernah menyatakan bahwa berdasarkan dari pengalamannya, katanya ketika seseorang memelihara dua batang pohon dari jenis yang sama maka akan tampak perbedaan dalam pertumbuhannya, bila salah satu pohon ketika dalam proses perawatannya diperlakukan bagaikan seorang sahabat meski keduanya mendapatkan air dan pupuk dengan volume sama banyak.
Menyikapi pernyataan matan Kepala Dinas Pertamanan Kota Medan itu secara filosopis banyak pelajaran yang dapat dipetik bahwa telah terjadi hubungan emosional yang sangat kuat antara pohon yang dirawat dengan orang yang merawatnya.
Lalu bagaimana dengan para caleg yang memanfaatkan batang pohon sebagai media dalam berkampanye. Para caleg itu tanpa ada merasa beban memasang tanda gambar dirinya dengan menancapkan paku dibatang pohon tersebut. Bahkan sesekali batang pohon itu tampak mengeluarkan cairan ketika paku itu ditancapkan.
Pertanyaannya tidakah para caleg itu mempunyai rasa, sebagaimana pernyataan matan Kepala Dinas Pertamanan Kota Medan itu, bahwa akan terjalin hubungan emosional yang teramat kuat antara pohon yang dirawat dengan orang yang merawatnya. Dan bagaimana pula bila ditinjau dari sisi keindahan kota, bukankah dengan banyaknya tanda gambar caleg yang bergantungan dibatang pohon itu akan dapat merusak keindahan kota.
Keberadaan para celeg dilembaga legislatif pada prinsifnya merupakan wakil rakyat untuk menyuarahkan aspirasi rakyat termasuk didalamnya menyuarakan menjaga kelastarian lingkungan hidup termasuk diantaranya keberadaan pohon-pohon yang ada diinti kota sebagai paru - paru kota yang harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya.
Sebagai masyarakat mempunyai pandangan dan pemahaman yang sama bahwa keberadaan pohon dan jenis tumbuhan lainnya merupakan satu matarantai kehidupan yang tidak dapat dipisahkan. Dan bagaimana pula dengan perbuatan para caleg yang memanfaatkan batang pohon sebagai sarana media kampanyenya, apakah dapat disumpulkan telah bersahabat dengan lingkungan, tentunya hanya masyarakat yang dapat menjawabnya, sebab hak suara ada ditangan rakyat. ***

Senin, 02 Februari 2009

Tertibkan Atribut, Panwaslu Nias Digugat

*Tertibkan Atribut, Panwaslu Nias Digugat
Ikhwaludin Simatupang : Langkah Panwaslu Nias Telah Benar

Medan, ( )
Penertiban atribut kampanye peserta Pemilu 2009 yang dilakukan pengawas Pemilu di Kabupaten Nias menuai protes. Bahkan DPC PDI-P Nias yang melakukan protes melayangkan gugatan terhadap Panwas dan Polisi Pamong Praja Kabupaten Nias. Padahal langkah yang dilakukan Panwas Nias tersebut sudah memenuhi prosedural.

Ketua Panwaslu Sumut Ikhwaludin Simatupang menegaskan langkah yang dilakukan Panwaslu Nias telah benar. Dalam kaitan tersebut, Panwaslu Sumut dan Bawaslu melakukan back-up dengan membentuk tim bantuan hukum untuk Panwaslu Nias. Menurutnya, soal pengajuan gugatan merupakan hak mereka.

“Tidak semua langkah-langkah yang dilakukan Panwas diapresiasi, tetapi malah justeru menuai gugatan,” ungkapnya kepada wartawan, Senin (2/2), di Kantor Panwaslu Sumut Jalan Kartini Medan.

Lebih lanjut dijelaskannya, dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan Pemilu Panwaslu bekerja dengan undang-undang. Salah satu isi materi gugatan menyebutkan bahwa belum ada Perda tentang jalan protokol dan jalan bebas hambatan di Nias. Sehingga versi penggugat alat peraga PDI-P tidak melanggar peraturan. Namun menurut Ikhwal, jalan protokol yang dimaksud sudah sesuai dengan data dari Dishub. Kemudian, katanya, partai politik (Parpol) yang memiliki kursi ketika membuat aturan harus tegas. Sehingga tidak ada salah penafsiran. Sehubungan dengan isi materi gugatan tersebut, lanjutnya, menjadi multitafsir karena tidak harus ada Perda terlebih dahulu, baru dilakukan penertiban.

Ditegaskannya kembali, sebelum penertiban alat peraga kampanye dilakukan, Panwaslu Nias sudah melakukan koordinasi kepada Polres, KPU dan Bupati Nias. Hasil koordinasi melalui surat kemudian diterbitkan surat instruksi penertiban alat peraga dari tiga institusi terkait. Poin isi materi gugatan lain menyebutkan Panwas bertentangan dengan Pasal 66 ayat (1) dan Peraturan KPU Nomor 19/2008, bahwa dalam penertiban tersebut penggugat menilai panwas sebagai eksekutor. Menanggapi hal tersebut, Ikhwal mengatakan dalam penyelenggaraan Pemilu Panwas hanya sebagai pengawas.

“Penertiban tersebut sebenarnya tugas Satpol PP karena memang sebagai perangkat eksekutor,” tukasnya. ( )

Jumat, 16 Januari 2009

Panwas Bukan Eksekutor

Panwas Bukan Eksekutor


Medan, ( )
Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sumut sangat menyayangkan ternyata sejumlah elemen masyarakat dan pejabat pemerintah daerah masih berbeda pandangan tentang tugas Panwaslu.

Hal itu dikatakan Anggota Panwaslu Sumut Drs Zakaria Taher kepada wartawan, Rabu (15/1), usai mengikuti rapat koordinasi Pemilu bersama muspida plus di Kantor Gubernur.

Ditegaskannya, tugas Panwaslu adalah melakukan pengawasan terhadap tahapan penyelengaraan Pemilu, bukan sebagai eksekutor pelanggaran Pemilu. Taher juga menyayangkan, penafsiran yang berbeda tersebut bukan hanya terjadi di kalangan masyarakat saja. Sejumlah kalangan di tingkat pejabat bahkan sejauh ini masih memiliki pandangan yang berbeda. Selama ini, katanya, Panwas yang berfungsi sebagai pengawas di setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu, ditafsirkan sebagai eksekutor. Padahal Panwas hanyalah bersifat advokasi dari setiap pengawasan yang dilakukannya. Anggapan dan penafsiran yang dinilainya berbeda dari sejumlah pejabat daerah tersebut, terungkap dalam rapat muspida plus di Pemprovsu. Oleh karenanya pihaknya sangat menyayangkan hal tersebut.

“Ya kalau memang kami dianggap sebagai eksekutor diberikan dong kewenangan untuk itu. Karena kami memang tidak bisa melakukan eksekusi, tetapi sifatnya hanya advokasi,” paparnya.

Dengan diberikannya kewenangan tersebut, lanjut Taher, tentu secara otomatis ada peraturan perundang-undangan sebagai payung hukumnya. Paling tidak, kata Taher, dilakukan revisi tergadap UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu dan UU Nomor 22/2007 tentang Peyelenggara Pemilu. Ditambahkannya, kewenangan yang diberikan tersebut tentu juga harus diperkuat oleh perangkat yang memadai. Misalnya mulai dari polisi panwas, jaksa panwas sampai kepada peradilan panwas.

Sebab, selama ini, sambung Taher, ibarat dalam pertandingan sepak bola, posisi panwas hanya sebagai hakim garis. Hanya mengamati dan melakukan pengawasan pertandingan yang sedang berlangsung. Kendati sudah ditemui pelanggaran yang dilakukan oleh pemain, tetap saja keputusan ada pada wasitnya. Dalam hal ini, katanya, yang bertindak sebagai wasit adalah KPU. Jadi, keputusan tetap ada di jajaran komisioner. Panwas hanya menggiring dan mengantarkannya ke pihak yang lebih berwenang.

“Selain diberikan kewenangan tersebut, tentu perangkatnya juga harus dilengkapi. Paling tidak harus diperkuat dan dibentuk polisi panwas, jaksa panwas dan peradilan panwas,” tandasnya. (rel/ )

Rabu, 07 Januari 2009

Antisipasi Penggelembungan Suara

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Antisipasi Penggelembungan Suara

Panwaslu Ingatkan Parpol

Medan,

Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sumut ingatkan seluruh partai politik (Parpol) agar mengantisipasi terjadinya penggelembungan suara pada Pemilu Legislatif 2009.

Anggota Panwaslu Sumut Drs Zakaria Taher mengungkapkan, ada dua potensi terjadi penggelembungan suara pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menerapkan sistem suara terbanyak. Dua kemungkinan tersebut menurutnya bisa saja terjadi pada Parpol maupun calon legislatornya. Oleh karenanya, guna mengantisipasi terjadinya penggelembungan suara pihaknya telah melakukan pembahasan serta merumuskan langkah-langkah antisipasi kemungkinan dimaksud.

Dijelaskan, Panwaslu dalam strateginya sudah sangat proaktif. Seperti halnya akan melakukan kerjasama dengan badan pemantau Pemilu yang telah direkomendasikan KPU dan Bawaslu. Selain itu, pihaknya juga telah menyurati partai peserta Pemilu untuk melakukan pengawasan dengan menempatkan para saksi.

“Jika ditemukan adanya indikasi kecurangan dalam Pemilu kemudian melaporkannya ke Panwaslu,” ujarnya kepada sejumlah wartawan, Senen (5/1), di Sekretariat Panwaslu Sumut Jalan Kartini Medan.

Menurutnya, dalam penerapan sistem suara terbanyak tidak ada jual beli suara melainkan penggelembungan suara di setiap tingkatan penyelenggara Pemilu. Dalam kaitan tersebut, Panwas bersama pemantau Pemilu, Panwas lapangan dan masyarakat berupaya proaktif dalam melakukan pengawasan di TPS.

Zakaria memperkirakan kekisruhan yang bakal banyak terjadi bukan pada sesama partai politik. Tetapi malah justru besar kemungkinannya akan terjadi antara sesama calon legislator (Caleg). Oleh karena itu, melalui bahasan dan rumusan yang dilakukan pihaknya, Panwaslu Sumut kembali mengingatkan seluruh Parpol peserta Pemilu agar mengantisipasi terjadinya penggelembungan suara tersebut..

“Panwaslu telah membahas dan merumuskannnya, seperti halnya dengan menyurati Parpol agar menertibkan Calegnya untuk tidak melakukan kecurangan,” beber Zakaria.

Masyarakat Sumber Potensi

Di bagian lain, Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Ikhwaluddin Simatupang SH.MHum berpendapat, bahwa masyarakat merupakan sumber potensi yang cukup besar ikut melakukan pengawasan dalam setiap penyelenggaraan Pemilu. Mulai dari pemilihan legislatif, Presiden sampai kepada pemilihan Kepala Daerah.

Namun dirinya menyayangkan jika potensi masyarakat tersebut terkesan kurang dimaksimalkan. Bahkan apa yang semestinya menjadi hak masyarakat seperti halnya bukti tanda sebagai pemilih belum diperoleh dan baru diserahkan beberapa hari sebelum pemilihan berlangsung. Sehingga ketika akan melaporkan adanya indikasi kecurangan maka aspirasi mereka tidak akan berjalan semestinya dikarenakan persoalan administrasi.

“Bagaimana masyarakat atau perseorangan dapat melaporkan adanya indikasi kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu bila orang tersebut belum mendapatkan bukti tanda sebagai pemilih dari penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU”, tukas Ikhwal.

Sebab, ditambahkannya, sesuai aturan yang berlaku, pengawasan menurutnya dapat dilakukan oleh peserta Pemilu yakni, Parpol, Caleg dan masyarakat pemilih atau perorangan. Lebih lanjut Ikhwal mengatakan, KPU sebagai penyelenggara Pemilu semestinya menyerahkan lebih awal bukti tanda sebagai pemilih kepada masyarakat. Karena apa yang terjadi selama ini masyarakat tidak mengetahui apakah mereka sudah terdaftar sebagai pemilih. Sehingga tidak mengherankan setiap pelaksanaan Pemilu, baik itu pemilih kepala daerah banyak ditemui daftar pemilih ganda atau indikasi praktek penggelembungan suara sebagaimana dikeluhkan masyarakat selama ini.

Masih menurut Ikhwaluddin, sudah menjadi aturan yang baku dalam setiap pelaksanaan pesta demokrasi, bahwa masyarakat memilki hak mutlak untuk dipilih dan memilih pimpinannnya dan begitu pula selanjutnya dalam melakukan pengawasan apa yang sudah menjadi pilihannya. (rel)