Minggu, 05 Juli 2009

Panwaslu Bagaikan “Anak Haram”

Panwaslu Bagaikan “Anak Haram”



Catatan : Maizen Saftana SH

Kabag Humas Panwaslu Provinsi Sumatera Utara



Tanpa terasa setahun sudah usia keberadaan Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Provinsi Sumatera Utara dan sebuah tugas berat mengawal perjalanan pesta demokrasi Pemilihan Umum Legislatif baru saja selesai dilaksanakan. Seiring dengan perjalanan waktu itu pula, tentunya beragam peristiwa, kesan dan fakta yang terjadi.

Sebagai saksi sejarah perjalanan demokrasi di negeri republik indonesia tercinta ini, tentunya tidak sedikit yang menilai plus minusnya kinerja Panwaslu. Diantara seribuan orang yang menilai baik dan tentunya mungkin seribuan orang pula yang menilai buruk kinerja Panwaslu dalam menjalankan tugas-tugas pengawasan pelaksanaan Pemilu legislatif kemarin.

Namun dibalik penilaian baik dan buruk kinerja yang telah dijalankan Panwaslu, kiranya mungkin hanya sebagian kecil yang mengetahui betapa berat tugas dan tanggung jawab yang harus dipikul diantara keterbatasan kewenangan yang diberikan, seperti halnya soal keterbatasan personil dan anggaran.

Sehingga tidak berlebihan bila sejumlah anggota Panwaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota berpendapat dalam setiap kesempatan formal baik itu tertutup dan terbuka, bahwa keberadaan Panwaslu bagaikan seorang bayi yang tidak diinginkan kelahirannya atau dengan kata lain diumpamakan bagaikan “anak haram”.

Pendapat tersebut bukanlah sebuah bentuk tendensius atau afatis, tapi sebuah ungkapan dari fakta dan kenyataan yang berdasar, serta bukan sebuah isapan jempol belaka terhadap apa yang dialami ketika menjalani tugas, tangung jawab dan kewenangannya.

Apa yang akan saya ungkapkan dalam tulisan ini tidak lebih sebuah catatan seorang jurnalis yang dipercayakan sebagai Kabag Humas Panwaslu Provinsi Sumatera Utara.

Pendapat bahwa keberadaan Panwaslu bagaikan seorang bayi yang tidak diinginkan kelahirannya tentu bukanlah tidak beralasan. Sebut saja soal keterbatasan tenaga Petugas Pengawas Lapangan (PPL) yang oleh peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Undang-Undang Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2009 dan Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Nomor 42 Tahun 2008 hanya dibatasi satu PPL untuk tingkat Kelurahan. Pada hal idealnya jumlah PPL harus sebanding dengan jumlah TPS yang dibentuk.

Fakta jumlah PPL itu sangat tidak rasional dengan tugas dan tangung jawab yang diembankan kepada Panwaslu. Sehingga sangat tidak memungkinkan bila satu PPL ditingkat Kelurahan harus melakukan pengawasan pada saat bersamaan di 20 bahkan sampai 40 TPS untuk setiap satu Kelurahan.

Kondisi itu sangat berbanding terbalik dengan tugas dan tangung jawab yang diembankan kepada Panwaslu. Begitu pula dengan kewenangan yang diberikan, Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Ikhwaluddin Simatupang SH Mhum selalu mengumpamakan bahwa kewenangan Panwaslu tak lebih diibaratkan bagaikan hakim garis dalam sebuah pertandingan sepak bola. Sedangkan wasitnya tetap saja KPU yang berhak menentukan, apakah tanda bendera peringatan yang disampaikan Panwaslu sebuah bentuk pelanggaran atau tidak.

Seperti halnya persoalan pemungutan ulang pemilu legislatif di Kabupaten Nias Selatan (Nisel) sebagaimana telah menjadi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Persoalan yang kini menjadi pusat perhatian partai politik dan peserta pemilu di indonesia itu. Sejatinya jauh-jauh hari telah disampaikan Panwaslu sebagai daerah rawan konflik pemilu, namun tetap saja KPU tidak mengabaikan peringatan tersebut.

Dalam pelaksanaan pemilu legislatif kemarin Panwaslu mencatat sedikitnya kurang lebih 108 pelanggaran baik itu bentuk pelanggran administrasi dan pidana pemilu dan hanya berkisaran 10% saja yang ditindak lanjuti atau sampai ke meja hijau, sedangkan bentuk pelanggaran administrasi tidak jelas penyelesaiannya setelah temuan dan laporan tersebut disampaikan ke KPU.

Adapun bentuk pelanggaran tersebut, baik itu mulai dari tahapan kampanye, keterlambatan parpol peserta pemilu melaporkan rekening awal kampanye, petugas Panitia Penyelenggara Pemilu Kecamatan (PPK) yang tidak memberikan salinan formulir C1 dan mengumumkan hasil perhitungan suara sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009.

Selain itu Panwaslu juga dihadapi dengan batasan pengawasan yang telah diatur oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009, bahwa Panwaslu diberikan waktu tiga hari ditambah dua hari untuk memproses bentuk-bentuk pelanggaran pidana pemilu, sehingga tidak jarang temuan atau laporan pelanggaran harus kandas hanya sampai pembahasan di meja Gerakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan dan Panwaslu.

Ironis benar antara tugas, tangung jawab dan kewenangan Panwaslu, disisi lain Panwaslu dituntut untuk melakukan pengawasan jalannya pemilu, sementara itu disisi lain kewenangannya dibatasi dan “terkesan” telah tersistim matis melalui undang-undang yang merupakan produk dari wakil partai politik yang duduk dilegislatif.

Tidaklah berlebihan bila ungkapan sejumlah anggota Panwaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota bahwa keberadaan Panwaslu bagaikan seorang bayi yang tidak dinginkan kelahirannya, karena selain dibatasi dalam menjalani tugas, tangung jawab dan kewenangannya, ternyata dalam hal pembiayaan juga sangat terbatas,bahkan untuk tugas dan tangung jawab seorang PPL yang begitu besar honor yang diterimanya dalam jumlah yang sangat memprihatinkan jauh dibawah honor seorang buruh pabrik.

Fakta lain ungkapan tidak diinginkannya keberadaan Panwaslu yakni, tentunya masih segar dalam ingatan jajaran Pemprovsu insiden “pengusiran” Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Ikhwaluddin Simatupang yang melibatkan salah seorang staf protokoler Gubernur Sumatera Utara ketika akan berlangsung rapat koordinasi sejajaran Muspida di aula pertemuan Gubernur lantai 10 beberapa waktu lalu. Dimana pada saat Ketua Panwaslu akan memasuki ruangan oleh protokoler, Ketua Panwaslu diarahkan ke ruangan pertemuan yang lain. Pada hal pada saat insiden itu saudara Ikhwaluddin telah memperkenalkan jati dirinya dengan mengatakan berasal dari lembaga Panwaslu yang diundang dalam rapat koordinasi tersebut. Namun oknum yang bersangkutan tetap saja mengarahkan untuk tidak masuk ke dalam ruangan pertemuan yang dimaksud.

“Ini merupakan bentuk penghinaan terhadap lembaga Panwaslu”, ungkap Ikhwaluddin kepada Kabag Infokom Pemrovsu dalam sebuah pembicaraan melalui telepon seluler beberapa saat setelah insiden berlangsung. Dimana sipenelepon meminta agar Ikhwaluddin bersedia kembali menghadiri rapat koordinasi tersebut.

Peristiwa diatas tentunya belum dapat dikatakan sebagai bentuk penolak atau tidak mengakui keberadaan Lembaga Panwaslu yang merupakan bahagian dari instrumen sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Namun sangat disayangkan akibatnya dapat melahirkan beragam asumsi ditengah masyarakat dari apa yang terjadi dalam peristiwa insiden tersebut.

Meski demikian dari beragam fakta yang dihadapi tidaklah mengendorkan semangat anggota Panwaslu dalam menjalankan tugas-tugas pengawasannya. Dan untuk itu telah dibayar mahal dengan diberhetikannya tiga anggota Panwaslu Kecamatan Kota Medan dan beberapa Panwas Kabupaten/Kota yang mendapat peringatan keras karena dinilai tidak menjalankan tugas-tugasnya dengan baik dan benar.

Sebab bila Panwaslu tidak menjalankan tugas, tanggung jawab dan kewenangannya dengan baik dan benar, maka bukan tidak mungkin lembaga Panwaslu akan dihapuskan dalam pelaksanaan pemilu mendatang dan hal itu sebuah pertanda buruk mundurnya kembali perjalanan demokrasi di negeri republik indonesia tercinta ini.

Jumat, 15 Mei 2009

Panwaslu : Sistem Penghitungan Ulang Nisel Rentan Penyelewengan

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Panwaslu : Sistem Penghitungan Ulang Nisel Rentan Penyelewengan


Medan ( )

Pelaksanaan Penghitungan Ulang surat suara Kabupaten Nias Selatan yang dilaksanakan KPU Provinsi Sumatera Utara di Asrama Haji Pangkalan Mansyur Medan, kiranya masih menyisahkan sejumlah persoalan, seperti halnya soal sistem penghitungan yang dilakukan dinilai Panwaslu rentan terjadinya penyelewengan.

Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan Panwaslu Provinsi Sumatera Utara disinyalir beberapa titik kerawanan kecurangan, seperti halnya data hasil penghitungan yang hanya mengandalkan soft copy data dalam bentuk flash disc tanpa data pembanding dalam bentuk print out yang semestinya juga diterima para saksi parpol dan Panwaslu.

Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, Ikhwaluddin Simatupang SH Mhum menjelaskan untuk menyikapi persoalan keberatan tersebut pihaknya telah menyurati KPU Provinsi Sumatera dengan nomor surat : 393/Panwaslu-SU/VI/2009, jelasnya pada sejumlah media massa di Asrama Haji Medan, Rabu (13/5).

Panwaslu mensinyalir dengan dibentuknya kelompok-kelompok penghitungan suara mencapai 50 kelompok dan batas waktu penghitungan yang ditutup sejak pukul 00.00 wib dan baru dihitung kembali pukul 08.00 wib, tanpa diberikannya print out hasil penghitungan sebagai pembanding, maka tidak menutup kemungkinan rentan akan terjadinya penyelewengan, tukas Ikhwaluudin.

Ironisnya lagi seperti yang terjadi pada tanggal 12 Mei 2009 sekira pukul 23.30 Wib setelah penghitungan suara dinyatakan ditutup dan akan dilanjutkan kembali keesokan harinya, ketika Panwaslu meminta print out hasil penghitungan ulang, namun sangat disayangkan KPUD tidak memberikannya dengan berbagai alasan.

Menurut Ikhwaluddin, semestinya KPU menyerahkan hasil penghitungan suara dalam betuk print out dan ditanda tangani seluruh saksi dan petugas penghitungan sebelum penghitungan ulang ditutup, sehingga dengan demikian saksi parpol dan Panwaslu memiliki data pembanding dalam menjalankan pengawasan.

“Kita berharap dengan disampaikannya surat keberatan itu, KPU Provinsi Sumatera Utara dapat melakukan perbaikan dalam sistem penghitungan ulangan Kabupaten Nisel yang saat ini masih berlangsung”, desak Ikhwaluddin. (rel)

Selasa, 05 Mei 2009

DPRDSU Desak KPU Sumut Revisi Rekapitulasi Suara di Tapteng

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

DPRDSU Desak KPU Sumut Revisi Rekapitulasi Suara di Tapteng
* Belly Simanjuntak : Berhentikan Anggota KPU Tapteng


Medan, ( )
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPRD Sumut Belly Simanjuntak meminta KPU Sumut segera mengambil tindakan tegas dengan memecat anggota KPU Tapteng, karena tidak melaksanakan revisi data penghitungan suara yang diduga banyak terjadi manipulasi sebagaimana telah diinstruksikan KPU Sumut sebelumnya.

“Tindak tegas dan berhentikan anggota KPU Tapteng. Sebab apa yang diinstruksikan KPU Sumut untuk merevisi data rekapitulasi penghitungan suara tidak digubris,” tandas Belly Simanjuntak yang juga Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut kepada wartawan Selasa (5/5), di Kantor Panwaslu Sumut Jalan Kartini Medan.

Lebih lanjut dikatakan Belly, sesuai amanat UU Nomor 10/2008 KPU Provinsi dapat melakukan pengambilalihan jika jajaran KPU dibawahnya tidak mampu melaksanakan tahapan penyelenggaraan Pemilu. Bahkan jika ditenggarai telah melakukan tindakan yang menghambat tahapan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu maka dikenai sanksi pidana. Dalam kaitan tersebut, menurutnya, anggota KPU Tapteng sama sekali tidak menggubris instruksi KPU Sumut dan malah justru telah meninggalkan tugasnya sebagai penyelenggara Pemilu.

“Dimana marwah KPU Sumut karena surat perintah tertulisnya tidak digubris anggota KPU Tapteng,” lontar Belly.

Billy juga menjelaskan permintaan pemecatan tersebut tidak hanya khusus terhadap KPU Tapteng. Tetapi juga kepada seluruh KPU Kabupaten/Kota yang bermasalah terlibat dalam kecurangan penggelembungan suara, sehingga merugikan caleg yang menang secara jujur.

”Salah satu korban akibat kecurangan ini adalah saya sendiri. Dimana di tingkat PPK Tapteng tetap suara saya menang namun di tingkat KPU Tapteng suara saya dikalahkan. Padahal dari bukti C1 saya menang dan ini bisa saya buktikan,” tegas Belly.

Tak Berjalan
Sementara Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Sumatera utara Ikhwaluddin Simatupang menegaskan, penegakan hukum di internal KPU tidak berjalan. Terbukti dengan tidak digubrisnya instruksi KPU Sumut oleh KPUD Tapteng, terkait permasalahan rekapitulasi penghitungan suara yang terjadi di KPU Tapteng.

Ikhwal yang baru saja kembali mengikuti proses rekapitulasi penghitungan suara KPU Pusat mengatakan, semestinya KPU Sumut memiliki hak untuk memecat oknum-oknum KPU Tapteng. Namun sampai saat ini hal itu tidak juga dilakukan.

”Dalam forum rekapitulasi penghitungan suara di Jakarta kemarin saya sudah sampaikan bahwa Panwaslu Sumut meminta KPU Tapteng melakukan pemungutan suara ulang di 22 TPS di Tapteng. Sebab banyak ditemukan pelanggaran yang memenuhi unsur untuk dilakukan pemungutan suara ulang,” pungkas Ikhwal. ( )

Senin, 04 Mei 2009

KPU Tapteng Abaikan Instruksi KPU Sumut

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Terkait Kasus Pelanggaran Pemilu
KPU Tapteng Abaikan Instruksi KPU Sumut


Medan, ( )

Komisi Pimilihan Umum (KPU) Tapanuli Tengah (Tapteng) terkesan mengabaikan intruksi KPU Provinsi Sumatera Utara untuk melaksanakan proses revisi data perolehan suara terkait sejumlah laporan pelanggaran pemilu yang terjadi di daerah tersebut.
Padahal sesuai instruksi KPU Provinsi Sumatera Utara mendesak agar sesegera mungkin melaksanakan revisi data perolehan suara sudah selesai sebelum tanggal 3 Mei 2009. Namun sampai berita ini diterbitkan KPU Tapteng tidak juga menjalankan proses revisi yang dimaksud.
Hasil monitoring yang dilakukan langsung Kabag Hukum da Tata Laksana Pengawasan Pemilu Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, Hasan Lumban Raja SH bahwa sampai tanggal 4 Mei dinihari PKU Tapteng tidak juga melakukan proses revisi data perolehan suara sebagaimana surat intruksi KPU Provinsi Sumatera Utara.
“KPU Tapteng terkesan mengabaikan instruksi KPU Provinsi Sumatera, karena sampai batas waktu yang telah ditentukan tidak juga melaksanakan proses revisi yang diinstruksikan”, ungkap Kabag Humas Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Maizen Saftana SH kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Senin (4/5).
Hasil laporan monitoring yang dilakukan Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, terhitung tanggal 1 Mei 2009, sejumlah partai politik dan caleg yang melaporkan telah terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu diantaranya partai PDIP, Gerindra, dan Demokrat telah menandatangani daftar hadir untuk mengikuti proses revisi data perolehan suara, namun Ketua dan tiga dari anggota KPU Tapteng diantaranya Kabul Lumban Tobing, Irwaner Ritonga, Maruli Firman Lubis dan Syahrial Sinaga sampai hari ini tidak pernah berada ditempat.
Bahkan ketika ditanyakan kepada salah seorang anggota KPU Tapteng Dewi Helfirina tentang keberadaan keempat rekannya mengaku tidak mengetahuinya, begitu pula jawaban para staf KPUD Tapteng. Sehingga proses revisi data perolehan suara yang semestinya telah dilaporkan selambat-lambatnya tanggal 3 Mei 2009 tidak juga dilaksanakan, jelas Maizen.
Lanjut Maizen, berdasarkan surat KPU Provinsi Sumatera Utara cukup jelas menginstruksikan kepada KPU Tapteng agar segera mengkroscek data, baik yang dimiliki penggugat, PPK, maupun KPU Tapteng. Dan apabila ternyata berdasarkan fakta dan data ditemukan kesalahan perhitungan, maka KPU Tapteng harus segera melakukan revisi perolehan suara.
Untuk itu kita mempertanyakan komitmen KPU Provinsi Sumatera Utara yang akan memberikan tindakan tegas bagi jajarannya. “ Kita berharap KPU Provinsi Sumatera Utara tidak hanya sebatas mengeluarkan statemen dimedia massa saja”, tukas Maizen. (rel)

Kamis, 23 April 2009

Panwaslu Sumut Serahkan Bukti Pelanggaran ke KPUD

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Panwaslu Sumut Serahkan Bukti Pelanggaran ke KPUD
Kasus Tapteng Menjadi Sorotan

Medan ( )

Komitmen Panwaslu Provinsi Sumatera Utara menyikapi sejumlah pelanggaran pelaksanaan pemilu sepertinya tidak main-main, terbukti dengan diserahkannya bukti-bukti pelanggaran tahapan penghitungan suara baik ditingkat TPS, PPK dan KPUD Kabupaten/Kota kepada KPUD Sumatera Utara.

Bukti-bukti pelanggaran yang jumlahnya mencapai 189 itu diserahkan langsung Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, Ikhwaluddin Simatupang SH, Mhum kepada Ketua KPUD Sumatera Utara Irham Buana Nasution SH dalam rapat koordinasi di sekretariat Panwaslu Sumatera Utara jalan Kartini no. 26 medan, Kamis 23/4).

Rapat koordinasi yang berlangsung dimulai pukul 10.30 dan berakhir pada pukul 12.00 wib itu dihadiri anggota Panwaslu Drs. Zakaria Taher, Sedarita Ginting, SH Sekretaris Raja Sahanan S.Sos, dan Kabag Humas Maizen Saftana SH, sedangkan dari KPUD turut hadir Nurlela Djohan, Turunan B Gulo dan Surya Pardamean.

Dipertemuan itu lebih tekorsentrasi membahas pelanggaran yang terjadi di KPUD Kabupaten Tapanuli Tenggah, bahkan Panwaslu merekomendasi agar dilakukan pemungutan suara ulang di 22 TPS, antara lain di Desa Muara Bolak Kecamatan Sorkam, Desa Tapian Nauli Kecamatan Tapian Nauli dan Desa Siantar Kecamatan Sosorgadong.

Sayangnya dalam pertemuan itu KPUD Sumatera Utara belum memberikan rekomendasi yang jelas dalam menyikapi pelanggaran yang terjadi di Kabupaten Tapteng tersebut.

Selain itu juga membahas pelanggaran KPUD Kabupaten Nias Selatan, seperti halnya ada surat suara yang dibawa ke rumah, pencontrengan yang ditutup pukul 11.30 wib, dugaan keterlibatan petugas PKK, KPUD dan Bupati dan penggelembungan suara sebesar 28.000 untuk istri Bupati.

Pelanggaran yang melibatkan oknum KPUD Kabupaten Madina yang terlihat dalam rekaman documenter turut membagi-bagikan uang dalam acara temu kader koperasi se-Kabupaten Madina yang diindikasikan sebagai bentuk pelanggaran menggunakan fasilitas Negara, mobilisasi PNS dan money politik karena mengkampanyekan anak Bupati Madina yang tercatat sebagai caleg DPR RI dari Partai Golkar juga menjadi pembahasan, bahkan kasus tersebut telah dilimpahkan ke Bawaslu dan Mendagri.

Dugaan pelanggaran di Kabupaten Siantar Utara dan Langkat juga menjadi pembahasan yang serius dalam rapat koordinasi tersebut. “ Kita berharap KPUD Sumatera Utara dapat merespon bentuk pelanggaran administrasi yang telah diserahkan”, sebut Ikhwaluddin.

Ikhwaluddin membenarkan bahwa dalam pertemuan lebih banyak membahas pelanggaran penghitungan suara yang terjadi di Kabupaten Tapteng sehubungan banyaknya laporan masyarakat yang masuk ke Panwaslu Sumatera Utara, jelasnya. (rel)

Rabu, 22 April 2009

Panwaslu Sumut Rekomendasi Hitung Ulang Hasil Rapat Pleno Tapteng

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Panwaslu Sumut Rekomendasi Hitung Ulang Hasil Rapat Pleno Tapteng

Medan ( )

Menyikapi laporan masyarakat dan sejumlah media massa yang mengeluhkan rapat pleno rekapitulasi hasil perolehan suara partai politik di tingkat Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) yang terkesan tertutup. Untuk itu Panwaslu Provinsi Sumaera Utara merekomendasikan KPUD Sumatera Utara untuk melakukan penghitungan ulang.

“Jika benar faktanya laporan yang diterima, maka Panwaslu Provinsi Sumatera Utara mendesak kepada KPUD Sumatera Utara untuk malakukan penghitungan ulang, karena dinilai telah mengabaikan perintah UU No. 10 Tahun 2008”, tegas Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Ikhwaluddin Simatupang didampingi anggota Drs Zakaria Taher, Sedarita Ginting SH dan Kabag Humas Maizen Saftana SH kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26, Rabu ( 22/4).

Ikhwaluddin sangat menyayangkan sikap yang diambil KPUD Tapteng yang menggelar rapat pleno dengan secara tertutup sebagaimana yang dilaporkan sejumlah media massa dan masyarakat kepada Panwaslu, jelasnya.

Berangkat dari sejumlah temuan pelanggaran pemilu yang terjadi di Tapteng, sehingga cukup menjadi alasan bagi Panwaslu merekomendasikan kepada KPUD Sumatera Utara untuk melakukan penghitungan ulang. Apalagi ditemukan adanya indikasi penggelembungan suara dari rapat pleno yang saat ini berlangsung, ujar Ikhwaluddin.

“Diharapkan KPUD Sumatera Utara melakukan rekapitulasi ulang hasil rapat pleno yang digelar KPUD Kabupaten Tapteng, sejalan dengan surat Bawaslu yang ditujukan kepada Panwaslu untuk melakukan supervise, desaknya.

Hasil monitoring yang dilakukan Panwaslu sedikitnya 30 kasus pelanggaran yang ditemukan mulai dari tahapan kampanye sampai ke pemungutan suara, antara lain kasus perusakan atau menghilangkan hasil pemungutan surat suara yang telah disegel di kantor Camat Barus yang dilakukan petugas trantib. Selain itu kasus pemberian surat suara yang lebih dari satu kali pada waktu pemungutan suara yang diduga dilakukan Kades Pasar Sorkam, kasus KPPS yang dengan sengaja tidak memberikan salinan atau berita acara pemungutan dan perhitungan suara dan sertifikat hasil perhitungan suara kepada saksi peserta pemilu dan pengawas lapangan.

Selanjutnya kasus kampanye diluar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang diduga dilakukan salah seorang pengurus partai peserta pemilu, dan kasus keterlibatan PNS yang ikut terlibat dalam proses pemilihan di TPS 1 dan TPS 3., beber Ikhwaluddin. (rel)

Selasa, 21 April 2009

Kasus Tapteng, Panwaslu Sumut Bawa ke Bawaslu dan Mabes Polri

Siaran Pers Panwaslu Sumatera Utara

Kasus Tapteng, Panwaslu Sumut Bawa ke Bawaslu dan Mabes Polri


Medan ( )

Terkait pelanggaran pelaksanaan pemilu yang begitu banyak terjadi di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), kiranya menjadi perhatian serius Panwaslu Provinsi Sumatera Utara dan dijadwalkan dalam waktu dekat akan melaporkan segala temuan bentuk pelanggaran ke Bawaslu dan Mabes Polri.

“Sedikitnya 30 kasus pelanggaran yang kita temukan dan hampir kesemua berkasnya telah dilimpahkan ke Polres setempat”, uangkap Ketua Panwaslu Ikhwaluddin Simatupang SH Mhum dan didampingi anggota Drs Zakaria Taher MSP, Sedarita Ginting SH , Kabag Humas Maizen Saftana serta Kabag Hukum Hasan Lumba Raja SH kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu jalan Kartini No. 26 Medan, Selasa (21/4).

Dijelaskan Ikhwaluddin, 30 kasus pelanggaran itu antar lain, kasus perusakan atau menghilangkan hasil pemungutan surat suara yang telah disegel di kantor Camat Barus yang dilakukan petugas trantib. Selain itu kasus pemberian surat suara yang lebih dari satu kali pada waktu pemungutan suara yang diduga dilakukan Kades Pasar Sorkam, kasus KPPS yang dengan sengaja tidak memberikan salinan atau berita acara pemugutan dan perhitungan suara dan sertifikat hasil perhitungan suara kepada saksi peserta pemilu dan pengawas lapangan.

Selanjutnya kasus kampanye diluar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang diduga dilakukan salah seorang pengurus partai peserta pemilu, dan kasus keterlibatan PNS yang ikut terlibat dalam proses pemilihan di TPS 1 dan TPS 3.

Untuk itu berdasarkan surat Bawaslu Nomor 228/Bawaslu/IV/2009 Panwaslu Sumatera Utara akan mengambil langkah-langkah pembinaan dan supervise kepada Panwas Kabupaten Tapteng dan memberikan sanksi tegas kepada Panwaslu Kabupaten Tapteng bila terbukti tidak menindak lanjuti laporan pengaduan peserta pemilu.

Lebih kongkritnya kesemua temuan kasus pelanggaran tersebut akan ditindak lanjuti ke Bawaslu dan Mabes Polri. “ Saya pastikan beberapa hari kedepan kasusnya akan kami bawa langsung ke Bawaslu dan Mabes Polri”, tukas Ikhwaluddin.

Ironisnya lagi dari ke sembilan berkas pelanggaran yang telah dilimpahkan ke Polres Tapteng, kesemua berkasnya bahkan telah dikembalikan ke Panwas Kabupaten Tapteng dengan catatan tidak cukup bukti dan berkas laporan yang terlupakan distempel.

Berdasarkan dari fakta tersebut, Panwaslu merekomendasikan sejumlah berkas pelanggaran yang masuk ke Panwaslu Sumatera Utara akan dilimpahkan ke Bawaslu dan Mabes Polri, ujarnya mengakhiri. (rel)