Selasa, 31 Maret 2009

Abaikan Peringatan Larangan Pemasangan Tanda Gambar Panwaslu Warning Publikasikan Parpol Bandel

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

Abaikan Peringatan Larangan Pemasangan Tanda Gambar
Panwaslu Warning Publikasikan Parpol Bandel

Medan, ( )
Peringatan Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Provinsi Sumatera Utara kepada Partai Politik (Parpol) yang mengabaikan kesepakatan bersama untuk tidak memasang tanda gambar peserta pemilu di jalan-jalan protokol sepertinya akan berbuntut panjang. Pasalnya Panwaslu memberikan warning akan mempublikasikannya ke media massa bagi para parpol yang masih membandel.
“Panwaslu sebelumnya telah mengigatkan namun masih saja ditemukan sejumlah parpol yang memasang tanda gambar dilokasi yang dilarang, maka konsekwensinya akan kita publikasikan ke media massa”, tegas Sedarita Ginting SH anggota Panwaslu Provinsi Sumatera Utara devisi Pengawasan kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Selasa (31/3).
Berdasarkan dari pengamatan dan pengawasan yang dilakukan rekan-rekan Panwas di Kabupaten/Kota, ternyata masih banyak ditemui peserta pemilu yang memasang tanda gambar partai atau caleg disejumlah ruas jalan protokol atau lokasi yang dilarang.
Untuk itu Panwaslu Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan surat edaran ke seluruh Panwas Kabupaten/Kota agar mempublikasikan ke media massa daftar parpol atau caleg yang masih membandel memasang tanda gambarnya dilokasi yang dilarang.
Panwaslu sendiri mencatat sebagian besar peserta pemilu melanggar kesepatan lokasi larangan pesangan tanda gambar tersebut. Dan ironisnya seakan para peserta pemilu saling berlomba atau rebutan lokasi-lokasi yang mereka anggap strategis. “Hari ini kita tertibkan tanda gambar salah satu parpol yang kita anggap telah melanggar dari lokasi yang telah ditentukan, namun anehnya keesokan hari telah dipasang oleh parpol atau caleg peserta pemilu yang lain”, ujar Sedarita.
Sikap Panwaslu yang akan mempublikasikan daftar parpol atau caleg yang tetap membandel memasang tanda gambar dilokasi yang dilarang, diharapkan akan menjadi saksi moral bagi masa pemilihnya. Sehingga diharapkan akan menjadi pertimbangan atau penilaian bagi masyarakat sebelum menjatuhkan pilihannya.
Panwaslu berkeyakinan melalui warning atau peringatan akan mempublikasikan daftar parpol yang masih membandel merupakan langkah-langkah yang santun dan elegan serta memberikan pencerdasan berpolitik yang baik.
Terhitung sampai dengan saat ini puluhan peserta pemilu yang telah kita beri peringatan secara tertulis untuk menertibkan tanda gambarnya dan sangat disayangkan hanya sebagian kecil saja yang menyikapinya secara positif. Bahkan sangat ironisnya malah salah satu parpol besar balik menggugat Panwaslu karena menertibkan tanda gambar parpol yang bersangkutan, sesal Sedarita. (rel)

Senin, 30 Maret 2009

Panwaslu Sumut Temukan DPT Bermasalah

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

Panwaslu Sumut Temukan DPT Bermasalah
“KPU Terancam Pidana”

Medan, ( )

Panwaslu Provinsi Sumatera Utara masih menemukan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang masih bermasalah atau ganda, bahkan berdasarkan analisa yang dilakukan Panwaslu di salah satu Kelurahan Kecamatan Medan Maimun ditemukan sedikitnya 60 pemilih yang terdaftar di dua TPS yang berbeda.
“Berdasarkan dari hasil analisa (DPT) yang dilakukan Panwaslu Provinsi Sumatera Utara ditemukan di Kelurahan Sukaraja Kecamatan Medan Maimun”, dijelaskan anggota Panwaslu Divisi Pelaporan Drs Zakaria Taher MSP kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Senin (30/3).
Lebih lanjut dijelaskan, berdasarkan DPT ditemukan sedikitnya lebih dari 20 persen sejumlah nama, tanggal lahir, alamat yang sama terdaftar di TPS II, namun juga terdaftar di TPS IX, sebut saja antara lain, Silvester Lase, Herlina, Eddy Polo, dan ratusan nama lainnya.
“Kita menilai bahwa ratusan nama pemilih yang terdaftar di dua TPS yang berbeda tersebut bukan suatu bentuk kelalaian, namun dapat diindikasikan bahwa KPU kurangnya tajam dalam melakukan falidasi DPT”, tukas Zakaria.
Menurut Zakaria, bagaimana mungkin adanya kesalahan dalam jumlah yang cukup besar dan dalam hal ini jelas menjadi tanggung jawabnya KPU Medan. “Ini merupakan tindakan pidana pemilu”, tegasnya.
Sebab cukup jelas telah melanggar pasal 288 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, bahwa bagi setiap yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara peserta pemilu menjadi berkurang, dipidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 bulan dan denda paling sedikit Rp. 12 juta dan paling banyak Rp. 36 juta.
Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Ikhwaluddin Simatupang SH, MHum, menghimbau kepada masyarakat yang terdaftar di dua TPS yang berbeda untuk tidak mempergunakan hak pilihnya, karena bila didapati maka yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi pidana pemilu. “Tidak dibenarkan masyarakat menggunakan hak pilihnya sebanyak dua kali di dua TPS yang berbeda”, jelasnya.
Hal itu sangat penting disampaikan kepada masyarakat sebagai bentuk pembelajaran politik yang cerdas, baik dan benar, sebab telah melanggar pasal 290 UU No. 10 Tahun 2008 tentang pemilu.
Dalam pasal itu dijelaskan, setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 18 bulan dan denda paling sedikit Rp. 6 juta dan paling banyak Rp. 18 juta.
Ditambahkan Ikhwaluddin, kasus temuan indikasi upaya penggelembungan suara yang ada di Kelurahan Sukaraja tersebut, bukan tidak mungkin juga ditemukan di sejumlah TPS Kabupaten/Kota lainnya. Untuk Kota Medan, daerah yang rawan akan terjadinya indikasi penggelembungan suara besar kemungkinan terjadi di Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang, sebut saja Kecamatan Medan Marelan, Helvetia dan Kecamatan Percut, bebernya.
Untuk itu diminta kepada Panwas yang ada diseluruh Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara untuk melakukan kros-cek DPT, dan kepada KPU agar secepatnya membagi-bagikan formulir C4 untuk meliminir terjajdinya pemilih ganda, tegas Ikhwaluddin. (rel)

Senin, 23 Maret 2009

Panwaslu Sumut Warning KPU Eliminir Permasalahan DPT

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

Panwaslu Sumut Warning KPU
Eliminir Permasalahan DPT

Medan,

Persolan akurasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) kini bagaikan bola salju yang terus menggelinding dan untuk itu Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Provinsi Sumatera Utara mendesak KPU agar sesegera mungkin menyebar luaskan formulir model C4 atau Surat Pemberitahuan Waktu dan Tempat Pemungutan Suara.
Hal itu ditegaskan Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara Ikhwaluddin Simatupang SH, Mhum kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Senin (23/3).
“KPU diminta sesegera mungkin menyebar luaskan formulir C4, sehingga permasalahan DPT dapat dieliminir dan sedini mungkin dapat diketahui masyarakat yang belum terdaftar sebagai pemilih”, jelasnya.
Lanjutnya, meski berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 03 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara pasal 15 disebutkan Ketua KPPS sudah harus menyampaikan surat pemberitahuan untuk memberikan suara di TPS kepada pemilih di wilayah kerjanya selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara dengan menggunakan formulir model C4.
Namun melihat kondisi yang terjadi saat ini seperti halnya konflik di sejumlah pemilihan kepala daerah dikarenakan persoalan akurasi DPT, sehingga sangat dituntut kepada KPU agar sesegera mungkin menyebarluaskan fomulir model C4 tersebut, tukas Ikhwaluddin.
Dalam pasal itu jelas disebutkan bagi pemilih yang belum menerima formulir C4 sampai batas waktu yang dimaksud (pasal 15 red) atau selambat-lambatnya 24 jam sebelum tanggal pemungutan suara dapat menunjukkan KTP atau identitas lain yang sah. Dengan demikian diharapkan Pemerintah Kabupaten/Kota merealisasikan pembuatan KTP cepat, untuk dapat menggeliminir terjadinya pemilih ganda, di mana petugas KPPS dapat mengkroscek sesuai dengan formilir C4 yang diterima pemilih, beber Ikhwaluddin.
Dijelaskan, ada beberapa kemungkinan permasalahan yang cukup mendasar dalam tahapan DPT, dimulai dari proses DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) dimana berdasarkan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) sebagai sumber pemutakhiran Daftar Pemilih tidak pernah dilakukan penghapusan data pemilih yang telah meninggal, penghapusan data pemilih yang telah menjadi anggota TNI/Polri, pengahapusan orang/penduduk yang telah pindah tempat tinggal, apalagi di kota-kota besar banyak ditemui rumah kontrakan, bahkan khusus di Kota Medan, banyak sekali penduduk yang mengurus KTP hanya untuk syarat administrasi pengurusan SIM, dan Pasport.
Ironisnya ketika dilakukan pemutakhiran oleh KPU Kabupaten/Kota tidak berani menghapus hal-hal di atas. Sehingga tidak mengherankan ketika pengumuman DPS ada penduduk yang menyatakan tidak terdaftar sebagai pemilih dan langsung dicatat oleh petugas pemutakhiran data pemilih, tanpa melihat DPS, sehingga memungkinan nama double.
“Dengan kroscek KTP dan DPT, maka surat pemberitahuan untuk memilih kecil sekali peluangnya disalahgunakan”, ujarnya.
Masih menurut Ikhwaluddin, sebenarnya ada beberapa alternative dalam mengatasi persoalan akurasi DPT, seperti halnya dengan membuat surat kesepahaman bersama bagi seluruh peserta pemilu untuk tidak mempersoalkan DPT sebelum tahapan pemilihan berakhir.
“Persoalan akurasi DPT itu harus sesegera mungkin dicari jalan keluarnya, sehingga tidak berlarut-larut dan dikuatirkan akan menjadi sumber pemicuh terjadinya rawanan konflik yang selama ini dikuatirkan banyak pihak, bahkan Panwaslu jauh-jauh hari telah mengingatkan KPU soal DPT, tukasnya. (rel)

Jumat, 20 Maret 2009

Diduga Lakukan Pidana Pemilu, Istri Bupati Nias Dilaporkan

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

Diduga Lakukan Pidana Pemilu, Istri Bupati Nias Dilaporkan


Medan ( )

Komitmen Panita Pengawasan Pemilu (Panwaslu) dalam melakukan pengawasan setiap tahapan Pemilu sepertinya tidak main-main lagi. Terbukti dengan dilaporkannya Istri Bupati Nias Ny. Leni B. Bahea yang ditengarai telah melakukan tindak pidana Pemilu ke Malpores Nias dengan tanda bukti laporan No. Pol.TTL/01/III/2009/Gakkumdu Rabu kemarin (18 /3).
Ny. Leni yang merupakan Ketua TP-PKK Kabupaten dilaporkan telah melakukan tindak pidana pemilu, dimana perbuatan itu dilakukan ketika memberikan bimbingan pada kegiatan TP –PKK di Desa Lasara Bahili pada hari Rabu (11/3).
Dalam acara tersebut terlapor menyempatkan diri menyinggung cara mencontreng dalam pelaksanaan pemilu dengan memperlihatkan contoh kertas surat suara pemilu, dan selanjutnya pada saat bersamaan juga memperkenalkan calon anggota DPD-RI Rudolf Pardede serta memperkenalkan tiga orang caleg DPRD Kabupaten Nias dari Partai Pelopor untuk Dapil I yang turut hadir dalam pertemuan itu yakni masing-masing, Murbawati Larosa, Esther Elisabert Politon dan ibu ina Waike Daeli.
Anggota Panwaslu Provinsi Sumatera Utara bidang Pelaporan Sedarita Ginting SH menegaskan bahwa dengan diporkanya Ny. Leni merupakan bukti keseriusan dan komitmen tugas-tugas Panwaslu di Kabupaten/Kota, ucapnya kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Jumat (20/3).
Dijelaskan, bahwa berasarkan alat bukti yakni berupa rekaman video acara tesebut, keterangan tertulis Kepala Desa Lasara Bahili dan keterangan Pelapor, dimana perbuatan yang telah dialukukan terlapor telah memenuhi unsur-unsur pidana pasal 270 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Sebelumnya Panwaslu Kabupaten Nias telah memanggil terlapor untuk diminta keterangannya sebagaimana prosedur tetap yang berlaku, setelah akhirnya perbuatan terlapor dilaporkan ke Mapolres Nias, beber Sedarita.
Lebih lanjut Sedarita berpendapat, semestinya dalam kasus tersebut pihak Gakkumdu juga melaporkan dan memeriksa ketiga caleg yang turut hadir dalam acara tersebut.
Katanya, Panwaslu akan terus melakukan pengawasan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan para peserta pemilu disetiap tahapan, baik itu melibatkan pimpinan kepala daerah setempat, bahkan sebelumnya Panwaslu memprediksikan sedikitnya terdapat delapan Kabupaten/Kota rawan akan terjadinya konflik (rel)

7 Kabupaten/Kota Terindikasi Rawan Konflik

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

Panwaslu : 7 Kabupaten/Kota Terindikasi Rawan Konflik

Medan ( )

Panita Pengawasan Pemilu (Panwaslu) Provinsi Sumatera Utara mempetakan sedikitnya tujuh Kabupaten/Kota antara lain, Tapteng, Madina, Asahan, Nias, Tanjung Balai, Labuhan Batu dan Binjai terindikasi merupakan titik rawan terjadinya konflik dalam pelaksanaan Pemilihan umum (Pemilu) dan Pemilihan Preseiden (Pilpres).
Hal itu dikatakan Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara, Ikhwaluddin Simatupang SH Mhum didampingi Kabag Humas Maizen Saftana SH kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26 Medan, Selasa (17/3).
Pesta demokrasi baru saja dimulai, kini hampir seluruh pesrta pemilu baik itu Parpol dan caleg disibukan berkampanye, namun disisi lain Panwaslu mengindikasikan terdapat beberapa Kabupaten/Kota merupakan titik rawan terjadinya konflik, antara lain, Tapteng, Madina, Asahan, Nias, Tanjung Balai, Labuhan Batu dan Binjai.
Alasannya kata Ikhwaluddin, sejumlah daerah tersebut kepala daerahnya dikatehui merupakan pimpinan salah satu Parpol yang merupakan indikatornya, sehingga sangat dipertanyakan netralitasnya.
“ Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi nuansa kepentingan kepala daerah sangat kental untuk memenangkan partai politik yang dipimpinannya”, ujar Ikhwaluddin.
Sebut Ikhwaluddin seperti halnya yang terjadi di Tapteng, sebagaimana pemberitaan salah satu media massa memberitakan bahwa salah satu Parpol mengecat bangunan milik pemerintah seperti sekolah SD, SMP dan SMA, perkantoran dan jembatan sesuai warna salah satu Perpol. Dan ironisnya lagi pembiayaannya memakai dana APBD.
Belajar dari sejarah birokrasi di Indonesia menunjukkan, PNS selalu merupakan obyek politik dari kekuatan Parpol dan aktor politik. Jumlahnya yang signifikan dan fungsinya yang strategis dalam menggerakkan anggaran keuangan negara selalu menjadi incaran tiap parpol untuk menguasai dan memanfaatkan PNS dalam aktivitas politik
. Bagi parpol, keterlibatan PNS akan amat membantu dan mempermudah pelaksanaan kampanye yang sering terjadi melalui pemanfaatan fasilitas negara (mobil, gedung, dan kewenangan) secara diskriminatif, yang menguntungkan salah satu parpol. Selain itu, di pelosok pedesaan yang mayoritas penduduknya tidak terdidik, figur dan pilihan PNS akan menjadi referensi bagi pilihan masyarakat.
Pertukaran ekonomi politik antara partai/aktor politik (caleg) dan PNS dalam Pemilu tidak saja menguntungkan sisi politik dan kabarnya juga bagi PNS sendiri.
Dijelaskan Ikhwaluddin, sebenaranya UU No 43/1999 pasal 3 cukup jelas mengatur netralitas PNS dimana disebutkan Pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan; selanjutnya Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), pegawai negeri harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Namun sangat disayangkan seakan sudah bukan menjadi rahasia umum lagi dalam praktiknya kerap terjadi beberapa penggaran yang dilakukan PNS dan pejabat pemerintahan dalam pemilu. Pertama, penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki, antara lain menerbitkan aturan yang mewajibkan kampanye kepada bawahan, pengumpulan dana bagi parpol tertentu, pemberian izin usaha disertai tuntutan dukungan kepada parpol/caleg tertentu, penggunaan bantuan pemerintah untuk kampanye, mengubah biaya perjalanan dinas, dan memaksa bawahan membiayai kampanye parpol/caleg dar ianggaran negara.
Kedua, penggunaan fasilitas negara secara langsung, misalnya penggunaan kendaraan dinas, rumah dinas, serta kantor pemerintah dan kelengkapannya
.Ketiga, pemberian dukungan lain, seperti bantuan sumbangan, kampanye terselubung, memasang atribut parpol/caleg di kantor, memakai atribut parpol/caleg, menghadiri kegiatan kampanye dengan menggunakan pakaian dinas dan kelengkapannya, serta pembiaran atas pelanggaran kampanye dengan menggunakan fasilitas negara dan perlakuan tidak adil/diskriminatif atas penggunaan fasilitas negara kepada parpol/caleg.
Larangan penggunaan fasilitas pemerintah ini juga diatur dalam Pasal 84 Ayat 1 Huruf h Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pasal 41 Ayat 1 Huruf h Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu, beber Ikhwaluddin.
Masih menurut Ikhwaluddin, berdasarkan pemikiran diatas Panwaslu Provisnisi Sumatera Utara telah menyurati Panwas Kabupaten Tapanuli Tengah untuk menginventarisir dugaan pelanggaran yang diindikasikan dilakukan pejabat kepala daerahnya, juga bagi Panwas Kabupaten/Kota secara keseluruhan, jelasnya mengakhiri. (rel)

18 Parpol Diskualifikasi

Siaran Pers Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

Soal Dana Kampanye
Panwaslu : Rekomendasi 18 Parpol Diskualifikasi


Medan ( )

Sedikitnya 18 Partai Politik yang berada disejumlah Kabupaten/Kota dipastikan bakal diskualifikasi atau dicoret sebagai peserta Pemilu, dikarenakan sampai batas akhir waktu yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum juga menyerahkan laporan dana rekening kampanyenya.
Ke 18 Partai Politik tersebut antara lain, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Patriot, Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), Partai Buruh, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBKI), Partai Serikat Indonesia (PSI), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Indonesia Baru (PPIB), Partai Persatuan Nahdlatul Umah Indonesia (PPNUI), Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI), Partai Persatuan Pembangunan (P3), Partai Kedaulatan (PK), Partai Matahari Bangsa (PMB), Partai PNI Marhenisme dan Partai Republikan
Untuk itu Panwaslu Provinsi Sumatera Utara mendesak KPU Kabupaten/Kota agar sesegera mungkin mendiskualifikasi ke 18 Parpol itu keikutsertaannya sebagai peserta Pemilu. Demikian ditegaskan Ketua Panwaslu, Ikhwaluddin Simatupang SH M.Hum didampingi anggota bidang Divisi Pengawasan Drs Zakaria Taher MSP, Sedarita Ginting SH, Kabag Humas Maizen Saftana SH dan Kabag Hukum dan Tata Laksana Hasan Lumban Raja SH kepada sejumlah media massa di sekretariat Panwaslu Jalan Kartini No. 26, Senin (16/3).
Dijelaskan, sikap tersebut dilakukan sebagaimana telah diatur dalam UU No. 10 Tahun 2008 pasal 138 ayat (1) menyebutkan, dalam hal pengurus Partai Politik peserta Pemilu tingkat pusat, tingkat provinsi dan tingkat Kabupaten.Kota tidak menyampaikan laporan awal dana kampanye kepada KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam paal 134 ayat (1), maka Partai Politik yang bersangkutan dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai peserta Pemilu pada wilayah yang bersangkutan.
“Kita minta ketegasan KPU Kabupaten/Kota agar menempuh langkah-langkah yang telah diatur sasuai UU No. 10 Tahun 2008, tanpa teloransi hanya dikarenakan pimpinan Parpol tersebut merupakan kepala daerah”, tegas Ikhwaluddin.
Lebih lanjut dikatakan, sebagai bentuk konsekwensinya Panwaslu Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh Panwaslu Kabupten/Kota untuk melaksanakan pengawasan terhadap pengenaan sanksi oleh KPU Kabupaten/Kota bagi peserta Pemilu yang tidak melaporkan rekening khusus dan laporan awal dana kampanye sesuai undang-undang yang dimaksud.
Ikhwaluddin kembali menegaskan, diharapkan KPU Kabupaten/Kota tidak main-main soal laporan dana khusus dan dana awal kampanye. Bila masih didapati Parpol yang tidak melaporkan dana awal kampanyenya masih diikutsertakan sebagai peserta Pemilu, maka akan segera melaporkannya ke KPU Pusat di Jakarta, tukasnya. (rel)
Berikut Data Selengkapnya yang Berhasil dihimpun Panwaslu Berdasarkan Laporan Panwas Kabupetn/Kota.

Partai Politik Kabupaten/Kota Ket
PDI-P
PAN
PKB
PSI
PNBKI
PARTAI BURUH
PPDI
PKPI
PPNUI
P3
PMB
PK
PNI Marhenisme
PARTAI PATRIOT
PBB
PDP
REPUBLIKAN
PPIB SAMOSIR
SAMOSIR
SAMOSIR
SAMOSIR/DAIRI
SAMOSIR/P.LAWAS
SAMOSIR
MEDAN/HUMBAHAS
HUMBAHAS
DS/LANGKAT
DAIRI
DAIRI
DAIRI
DAIRI
MADINA
MADINA
P.LAWAS
TAPUT
SAMOSIR -
-
-
-
-
-
Tidak ada caleg
-
-
Diserahkan 10 Maret 2009
Diserahkan 10 Maret 2009
Diserahkan 10 Maret 2009
Diserahkan 10 Maret 2009
-
-
-
-
-

Peran Media Massa Mensukseskan Pemilu

Strategi Pengawasan Pemilu di Sumatera Utara
Membangun Kemitraan dengan Media


Oleh :
Ihkwaluddin Simatupang SH,M.Hum
Ketua Panwaslu Provinsi Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Letak geografis Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan daerah Provinsi Aceh,Riau dan Sumatera Barat, serta budaya masyarakatnya yang heterogen untuk itu diperlukan strategi yang tepat dalam melakukan pengawasan Pemilihan Umum ( Pemilu) yang tinggal dalam hitungan hari.

Tidak dapat dipungkiri bahwa media massa memiliki peran yang cukup besar dalam mensukseskan Pemilu. Bahkan peran media massa tidak hanya sebatas memberikan informasi, akan tetapi juga berperan sebagai pengawas mulai dari tahapan Pemilu berlangsung sampai pada akhir pelaksanaan pesta demokrasi berlangsung.

Sesuai fungsinya media massa mempunyai berbagai macam peran antara lain :
1. Sebagai sumber informasi, baik itu tentang peristiwa yang terjadi, gagasan
atau pikiran orang lain.
2. Sebagai sarana pendidikan melalui pemberitaannya dengan memberikan pencerahan, mencerdaskan dan meluaskan wawasan bagi pembacanya, pendengar atau pemirsanya. Baik itu dalam konteks politik sehingga dapat memberikan pendidikan berpolitik kepada masyarakat tentang hak dan kewajibannya kepada negara.
3. Berfungsi sebagai alat sosial kontrol, bukan saja terhadap penguasa, pemerintah, parlemen, institusi pengadilan, militer, dan aparat penegakhukum lainnya. Akan tetapi juga berbagai hal yang terjadi diktengah masyarakat itu sendiri.
4. Sebagai sarana hiburan, seperti hal-hal yang bersifat menghibur, antara lain berita seputar selebritis,dan cerita bersambung.

Berangkat dari berbagai macam fungsi media massa tersebut, kiranya media massa tidak hanya sebatas memberikan informasi , akan tetapi juga berfungsi sebagai pengawas, khususnya dalam penyelenggaraan Pemilu.

Dalam perjalanannya mengawal pesta demokrasi di negeri Indonesia tercinta ini, media massa dalam pemberitaaannya memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik,karena melalui media peserta Pemilu dapat menyampaikan visi, misi, maupun cara pandang kepada masyarakat dan merupakan sarana komunikasi politik bagi partai poltik, calon anggota legislatif, maupun calon presiden dan wakil presiden.

Terbukti tidak sedikit partai politik, celeg, dan Capres memamfaatkan media massa untuk menyampaikan visi dan misinya. Bahkan diantara mereka saling mengklaim bahwa kerbahasilan yang sudah dilakukan pemerintah saat ini, sebut saja seperti pemberantasan korupsi, penurunan harga BBM, dan peningkatan untuk anggaran pendidikan merupakan hasil kerja partai politik yang sedang berkampanye.

Begitu pula KPU sebagai lembaga yang telah ditunjuk pemerintah sebagai penyelenggara Pemilu memamfaatkan media massa untuk mensosialisasikan peraturan dan tata laksana tahapan-tahapan dalam Pemilu.


Perlu Keseimbangan Iklan Poltik dan Pengawasan Jurnalistik


Mampuhkan media massa netral 100 persen dalam pengwasan Pemilu ?, tentunya hal itu menjadi pertanyaan kita semua.

Menjelang pelaksanaan Pemilu 2009 bayang-bayang persetongkolan antara peserta Pemilu dengan media massa sepertinya harus sama kita waspadai, karena dari disisi bisnis media massa juga dituntut untuk meningkatkan pemasukan bagi perusahaannya, sementara disisi lain sebagai fungsinya media massa juga dituntut independensi dalam pemberintannya.

Lihat saja fenomena yang terjadi saat ini, sejumlah media massa seakan kebanjiran berita-berita politik. Media massa baik itu elektronik dan cetak saling berlomba mencari dan menyajikan pemberitaan yang berkaitan dengan Pemilu.

Para elit politik sadar bahwa memamnfaatkan pers merupakan media yang efektif, dikarenakan sistem floting massa yang masih berlaku, selain itu ketatnya aturan menggunakan alat peraga juga menjadi perhitungan. Sebab kenyataanya tidak sedikit alat peraga yang sudah diturunkan yang diangap menyalai aturan oleh Panwaslu.

Maka dari itu menjelang pelaksanaan Pemilu para Parpol dan Celeg lebih memilih memamfaatkan pers, karena aturan untuk itu dipandang masih longgar, selain itu efektivitasnya atau daya jangkau akan lebih mempermuda mencapai terget yang diharapkan, selanjutnya disisi lain pers berperan sebagai mata dan telinganya masyarakat.

Kini yang menjadi pertanyaan, apakah pemberitaan politik yang berkembang saat ini sudah sesuai dengan hak-hak publik sebagai pemegang kedaulatan atas kemerdekaan pers.
Sedangkan kenyataannya pemberitaan tentang Pemilu yang muncul tidak jahu dari prespektif Parpol, sehingga kedaulatan pers terkesan telah terbelengu hegomoni Parpol. Lihat saja isu-isu yang dikembangkan pers, cenderung berasal dari permainan elit Parpol, kurang melakukan kritisi berdasarkan fakta-fakta rekam jejak Parpol atau celeg bersangkutan secara faktual. Dan sudah selayaknya publik sebagai pemegang hak kedaulatan pers diberikan porsi yang seimbang.

Dalam pemberitaan Pemilu sudah selayaknya pers mengeksplorasi secara mendalam hal-hal yang berkembang ditengah masyarakat dalam berbagai perspektif, seperti kalangan perguruan tinggi, LSM, Ormas/OKP, birokrasi sipil/militer dan penyelenggara pemilu yakni KPU dan Panwaslu. Pers dalam hal ini harus awas dan peka dalam memberitakannya dengan tetap berpedoman pada 5w+1H (What,Where,When,Who,Why dan How).

Setidak ada empat unsur yang dapat mempengaruhi agar sebuah pemberitaan itu layak untuk dipublikasikan yakni :

1. Berita itu harus Faktual atau nyata.
Data dan informasi yang disajikan terdiri dari kejadian senyatanya (real event), berupa pendapat (opini), pernyataan (Statement) saksi orang yang terlibat atau sumber berita. Dan jangan sekali-kali mengubah fakta untuk memuaskan hati seseorang atau golongan.

2. Berita yang disajikan harus Aktual atau cepat.
Informasi yang disajikan dapat langsung dinikmati masyarakat sesuai atau mendekati real time atau waktu yang sesungguhnya dimana ketika kejadian berlangsung.

3. Berita yang disajikan harus Publish atau yang menyangkut mengenai kepentingan oranjg banyak


4. Berita yang disajikan harus menarik.
Kemampuan jurnalis sangat dituntut menyajikan berita yang menarik baik dalam betuk teknik penulisan, istilah-istilah dalam penulisan, bahasa yang digunakan lugas dll, sehingga menimbulkan human interest.


Mungkin kini sudah saatnya pers dikatakan sebagai The Fourth Estate, pilar keempat demokrasi yang mana pers ditempatkan dalam kerangka idealisasi penguatan fungsi dan kontrol atas kebijakan publik, atau lebih tepatnya pers ditempatkan sebagai public watchdog yang berperan sebagai mengawasi dan mengontrol apa yang terjadi ditengah-tengah publik.
Sebab secara kritis pers harus berani menolak pemberitaan yang sifatnya hanya mengutungkan kepentingan individu atau kelompok tertentu. Sebab peran pers bukan sekedar memenuhi hak-hak masyarakat untuk mendapatkan informasi, melainkan sebagai kontrol sosial, mencegah penyalagunaan kekuasaan, menegakkan nilai-nilai demokrasi, mendorong terwujudnya supermasi hukum, hak asasi manusia dan menghormati kemajemukan atau kebinekaan.

Tentunya tidak ada kata mustahil bagi pers dalam menyajikan berita yang objektif untuk sebuah peliputan Pemilu, karena setiap pers telah terikat oleh UU Pers No. 40 Tahun 1999, serta kode etik Wartawan Indonesia yang mengharuskan pers bekerja secara propesional dan independensi.

Selain itu yang perlu dicermati bagi pera jurnalis, bahwa pasal 99 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu telah lengkap mengatur tentang peran dan batasan media massa dalam Pemilu. Bagian keenam mengenai pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye, pasal 89 dan 97 mengatur secara detil mengenai peran media dalam pemilu. Kesemuanya telah diatur dengan jelas tentang pembagian waktu, jenis pemberitaan dan iklan kampanye untuk menjaga keadilan pemberitaan.




Profesional dan indepedensi Pers Sangat Dituntut


Mengapa propesioanl dan indepedensi pers sangat dituntut dalam pemberitaan Pemilu. Jawabnya karena pers adalah seorang pekerja intelektual, dia harus mampu mengungkap atau mengimformasikan suatu masalah secara lengkap tanpa harus melanggar delik pers. Maka propesi ini membutuhkan wawasan dan pengetahuan yang luas dan propesional.

Sedangkan indepedensi pers bertujuan untuk menghindari benturan kepentingan pada Pemilu dengan tetap mengkedepankan prinsip kode etik jurnalis dan bertangung jawab terhadap hasil liputannya. Karena sesungguhnya peluang sekaligus tantangan menjadi ajang ujian dan sekaligus menjadi tonggak sejarah bagi pers untuk menunjukan bahwa kebebasan bukanlah tujuan, namun sekedar sebagai jalan untuk semakin mampu memaksimalkan peran dan fungsi pers.